BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Stunting
menggambarkan adanya masalah gizi kronis, dipengaruhi oleh kondisi ibu atau
calon ibu, masa janin, dan masa bayi atau balita, termasuk penyakit yang
diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi lainnya, stunting tidak hanya
terkait dengan masalah kesehatan, tetapi juga dipengaruhi berbagai kondisi lain
yang secara tidak langsung memengaruhi kesehatan.
Oleh
karena itu, upaya perbaikan harus meliputi upaya untuk mencegah dan mengurangi
gangguan secara langsung (intervensi gizi spesifik) serta gangguan secara tidak
langsung (intervensi gizi sensitif). Intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan
di sektor kesehatan, tetapi hanya berkontribusi 30%, sedangkan 70%-nya
merupakan kontribusi intervensi gizi sensitif yang melibatkan berbagai sector,
seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan
kemiskinan, dan pendidikan orang tua.
Upaya
intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada kelompok 1.000
Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu ibu hamil, ibu dengan anak usia 0—12 bulan,
dan ibu dengan anak usia 13—24 bulan karena penanggulangan balita pendek yang
paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK. Periode 1.000 HPK meliputi 280 hari
selama kehamilan dan 720 hari pertama setelah bayi dilahirkan. Masa tersebut
telah dibuktikan secara ilmiah merupakan periode yang menentukan kualitas
kehidupan.
Dampak
buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut dalam
jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sementara itu, dalam
jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan
kognitif, prestasi belajar, kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko
tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung, kanker,
strok, dan disabilitas pada usia tua, serta menurunnya kualitas kerja yang
berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian 1000 Hari Pertama Kehidupan?
2. Apa yang dimaksud Gerakan 1000 Hari Pertama kehidupan ?
3. Apa saja Kegiatan
1000 Hari Pertama kehidupan ?
C.
Rumusan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian 1000 Hari Pertama kehidupan
2. Untuk Mengetahui Gerakan 1000 Hari Pertama kehidupan
3. Untuk Mengetahui Kegiatan 1000 Hari Pertama kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
1000 Hari Pertama Kehidupan
Pada
bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga
dewasa. Ibu hamil, ibu menyusui, bayi baru lahir dan anak usia di bawah dua
tahun (baduta) merupakan kelompok sasaran untuk meningkatkan kualitas kehidupan
1000 hari pertama manusia.
Seribu
hari pertama kehidupan adalah periode seribu hari mulai sejak terjadinya
konsepsi hingga anak berumur 2 tahun. Seribu hari terdiri dari, 270 hari selama
kehamilan dan 730 hari kehidupan pertama sejak bayi dilahirkan. Periode ini
disebut periode emas (golden periode) atau disebut juga sebagai waktu yang
kritis, yang jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan terjadi kerusakan yang
bersifat permanen (window of opportunity).
Dampak
tersebut tidak hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan
kecerdasannya, yang pada usia dewasa terlihat dari ukuran fisik yang tidak
optimal serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada
rendahnya produktivitas ekonomi (Ibnu, dkk. 2013)
B. Gerakan 1000 Hari Pertama Kelahiran
Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan merupakan
suatu gerakan percepatan perbaikan gizi yang diadopsi dari gerakan Scaling
Up-Nutrition (SUN) Movement. Gerakan Scaling Up-Nutrition (SUN) Movement merupakan suatu gerakan global
di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal PBB. Tujuan global dari SUN Movement
adalah untuk menurunkan masalah gizi pada 1000 HPK yakni dari awal kehamilan
sampai usia 2 tahun. Di Indonesia, Gerakan scaling up nutrition dikenal dengan
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka Seribu Hari Pertama
Kehidupan (Gerakan 1000 HPK) dengan landasan berupa Peraturan Presiden
(Perpres) nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan
Gizi.
Periode 1000 hari pertama sering disebut window
of opportunities atau sering juga disebut periode emas (golden period)
didasarkan pada kenyataan bahwa pada masa janin sampai anak usia dua tahun
terjadi proses tumbuh kembang yang sangat cepat dan tidak terjadi pada kelompok
usia lain. Pemenuhan asupan gizi pada 1000 HPK anak sangat penting. Jika pada
rentang usia tersebut anak mendapatkan asupan gizi yang optimal maka penurunan
status gizi anak bisa dicegah sejak awal.
Untuk mencapai percepatan perbaikan gizi ini
dibutuhkan dukungan lintas sektor. Kontribusi sektor kesehatan hanya menyumbang
30%, sedangkan sektor non kesehatan berkontribusi sebesar 70% dalam
penangulangan masalah gizi5. Dalam gerakan 1000 HPK telah dijelaskan bahwa
untuk menanggulangi masalah kurang gizi diperlukan intervensi yang spesifik dan
sensitif. Intervensi spesifik dilakukan oleh sector kesehatan seperti
penyediaan vitamin, makanan tambahan, dan lainnya sedangkan intervensi sensitif
dilakukan oleh sektor nonkesehatan seperti penyediaan sarana air bersih,
ketahanan pangan, jaminan kesehatan, pengentasan kemiskinan dan sebagainya
(Rosha BC dkk, 2016)
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas tahun 2010), persentase BBLR di Indonesia sebesar 8,8 persen, anak
balita pendek sebesar 35,6 persen, anak balita kurus sebesar 13,3 persen, anak
balita gizi kurang sebesar 17,9 persen, dan anak balita gizi lebih sebesar 12,2
persen. Dengan demikian Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, di satu pihak mengalami
kekurangan gizi di pihak lain mengalami kelebihan gizi (Pedoman Perencanaan
Program Gerakan 1000 HPK, 2012).
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh
masalah gizi tersebut diatas, dalam jangka pendek adalah terganggunya
perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan
metabolisme dalam tubuh. Sedangkan, dalam jangka panjang akibat buruk yang
dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar,
menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk
munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah,
kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua. Kesemuanya itu akan menurunkan
kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktifitas, dan daya saing bangsa
(Pedoman Perencanaan Program Gerakan 1000 HPK, 2012).
Status gizi pada 1000 HPK akan berpengaruh
terhadap kualitas kesehatan, intelektual, dan produktivitas pada masa yang akan datang. Ibu
dan bayi memerlukan gizi yang cukup dan berkualitas untuk menjamin status gizi
dan status kesehatan; kemampuan motorik, sosial, dan kognitif; kemampuan
belajar dan produktivitasnya pada masa yang akan datang. Anak yang mengalami
kekurangan gizi pada masa 1000 HPK akan mengalami masalah neurologis, penurunan
kemampuan belajar, peningkatan risiko drop out dari sekolah, penurunan
produktivitas dan kemampuan bekerja, penurunan pendapatan, penurunan kemampuan
menyediakan makananan yang bergizi dan penurunan kemampuan mengasuh anak.
Selanjutnya akan menghasilkan penularan kurang gizi dan kemiskinan pada
generasi selanjutnya (USAID, 2014). Mempertimbangkan pentingnya gizi bagi 1000
HPK, maka intervensi gizi pada 1000 HPK merupakan prioritas utama untuk
meningkatkan kualitas kehidupan generasi yang akan dating (BAPPENAS, 2012).
Kebutuhan zat gizi sangat tinggi untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang cepat selama kehidupan janin dan 2 tahun pertama kehidupan
setelah lahir (Dewey & Begum, 2011). Gizi kurang dan kesehatan yang buruk
pada ibu dan anak selama periode tersebut memberikan dampak buruk bagi
kehidupan bayi di masa dewasa yang bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi (PAHO-WHO, 2003; Barker, 2008; Black et
al. 2008).
Adapun titik kritis yang harus diperhatikan selama
periode 1000 HPK adalah sebagai berikut:
1. Periode dalam kandungan (280 hari)
Wanita hamil
merupakan kelompok yang rawan gizi. Oleh sebab itu penting untuk menyediakan
kebutuhan gizi yang baik selama kehamilan agar ibu hamil dapat memperoleh dan
mempertahankan status gizi yang optimal sehingga dapat menjalani kehamilan
dengan aman dan melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik,
serta memperoleh energi yang cukup untuk menyusui kelak .
Ibu hamil
dengan status gizi kurang akan menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, penyebab utama terjadinya bayi pendek
(stunting) dan meningkatkan risiko obesitas dan penyakit degeneratif pada masa
dewasa (The Lancet, 2013). Kondisi status gizi kurang pada awal kehamilan dan
risiko KEK pada masa kehamilan, diikuti oleh penambahan berat badan yang kurang
selama kehamilan dapat menyebabkan ibu hamil tersebut dapat menyebabkan
peningkatan risiko keguguran, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan,
anemia pada bayi, serta bayi lahir dengan BBLR (Sandjaja, 2011). Penelitian ini menunjukkan bahwa
persentase bayi dengan BBLR sebanyak 6,7%. Meskipun angka BBLR dalam penelitian
ini lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi BBLR pada tingkat Nasional pada
2007 (11,5%), namun kondisi BBLR akan meningkatkan risiko penyakit infeksi dan
kurus (wasting), serta peningkatan risiko kesakitan dan kematian bayi baru
lahir, gangguan perkembangan mental, risiko penyakit tidak menular seperti DM
dan PJK (Joyce C dkk, 2016)
Janin tumbuh
dengan mengambil zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi oleh ibunya dan dari
simpanan zat gizi yang berada di dalam tubuh ibunya. Selama hamil atau menyusui
seorang ibu harus menambah jumlah dan jenis makanan yang dimakan untuk
mencukupi kebutuhan pertumbuhan bayi dan kebutuhan ibu yang sedang mengandung
bayinya serta untuk memproduksi ASI. Bila makanan ibu sehari-hari tidak cukup
mengandung zat gizi yang dibutuhkan, maka janin atau bayi akan mengambil
persediaan yang ada didalam tubuh ibunya, seperti sel lemak ibu sebagai sumber
kalori; zat besi dari simpanan di dalam tubuh ibu sebagai sumber zat besi
janin/bayi. Demikian juga beberapa zat gizi tertentu tidak disimpan di dalam
tubuh seperti vitamin C dan vitamin B yang banyak terdapat di dalam sayuran dan
buahbuahan. Sehubungan dengan hal itu, ibu harus mempunyai status gizi yang
baik sebelum hamil dan mengonsumsi makanan yang beranekaragam baik proporsi
maupun jumlahnya (Kemenkes RI, 2014).
Seorang ibu
hamil harus berjuang menjaga asupan nutrisinya agar pembentukan, pertumbuhan
dan perkembangan janinnya optimal. Idealnya, berat badan bayi saat dilahirkan
adalah tidak kurang dari 2500 gram, dan panjang badan bayi tidak kurang dari 48
cm. Inilah alasan mengapa setiap bayi yang baru saja lahir akan diukur berat
dan panjang tubuhnya, dan dipantau terus menerus terutama di periode emas
pertumbuhannya, yaitu 0 sampai 2 tahun (Kemenkes RI, 2017).
Teori
Thrifty Phenotype (Barker dan Hales) menyatakan bahwa, bayi yang mengalami
kekurangan gizi di dalam kandungan dan telah melakukan adaptasi metabolik dan
endokrin secara permanen, akan mengalami kesulitan untuk beradaptasi pada
lingkungan kaya gizi pasca lahir, sehingga menyebabkan obesitas dan mengalami
gangguan toleransi terhadap glukosa. Sebaliknya, risiko obesitas lebih kecil
apabila pasca lahir bayi tetap mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak berlebihan.
Kenyataannya
di Indonesia masih banyak ibu-ibu yang saat hamil mempunyai status gizi kurang,
misalnya kurus dan menderita Anemia. Hal ini dapat disebabkan karena asupan
makanannyaselama kehamilan tidak mencukupi untuk kebutuhan dirinya sendiri dan
bayinya. Selain itu kondisi ini dapat diperburuk oleh beban kerja ibu hamil
yang biasanya sama atau lebih berat dibandingakan dengan saat sebelum hamil.
Akibatnya, bayi tidak mendapatkan zat gizi yang dibutuhkan, sehingga mengganggu
pertumbuhan dan perkembangannya (Kemenkes RI, 2014).
2. Periode 0 – 6 bulan (180 hari)
Ada dua hal
penting dalam periode ini yaitu melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan
pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif. Inisiasi menyusu dini adalah
memberikan kesempatan kepada bayi baru lahir untuk menyusu sendiri pada ibunya dalam
satu jam pertama kelahirannya.
Dalam 1 jam
kehidupan pertamanya setelah dilahirkan ke dunia, pastikan mendapatkan
kesempatan untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). IMD adalah proses
meletakkan bayi baru lahir pada dada atau perut sang ibu agar bayi secara alami
dapat mencari sendiri sumber Air Susu Ibu (ASI) dan menyusu. Sangat bermanfaat
karena bayi akan mendapatkan kolostrum yang terdapat pada tetes ASI pertama ibu
yang kaya akan zat kekebalan tubuh. Tidak hanya bagi bayi, IMD juga sangat
bermanfaat bagi Ibu karena membantu mempercepat proses pemulihan pasca
persalinan. Meskipun manfaatnya begitu besar, banyak ibu yang tidak berhasil
mendapatkan kesempatan IMD, karena kurangnya pengetahuan dan dukungan dari
lingkungan (Kemenkes RI, 2017).
Dengan
dilakukannya IMD maka kesempatan bayi untuk mendapat kolostrum semakin besar.
Kolustrum merupakan
ASI terbaik yang keluar pada hari ke 0-5 setelah bayi lahir yang mengandung
antibodi (zat kekebalan) yang melindungi bayi dari zat yang dapat menimbulkan
alergi atau infeksi (Handy, 2010).
ASI
eksklusif adalah pemberian ASI setelah lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa
pemberian makanan lainBeberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kegagalan
pemberian ASI Eksklusif antara lain adalah karena kondisi bayi yaitu Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR), kelainan kongenital, terjadi infeksi, dan lain-lain;
serta karena faktor dari kondisi ibu yaitu pembengkakan/abses payudara, cemas
dan kurang percaya diri, ibu kurang gizi, dan ibu ingin bekerja. Selain itu,
kegagalan menyusui dapat disebabkan oleh ibu yang belum berpengalaman, paritas,
umur, status perkawinan, merokok, pengalaman menyusui yang gagal, tidak ada
dukungan keluarga, kurang pengetahuan, sikap, dan keterampilan, faktor sosial
budaya dan petugas kesehatan, rendahnya pendidikan laktasi pada saat prenatal
dan kebijakan rumah sakit yang tidak mendukung laktasi atau pemberian ASI Eksklusif. WHO
merekomendasikan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama dan pemberian
ASI diteruskan hingga anak berusia 2 tahun untuk meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan mengurangi risiko kontaminasi dari makanan/minuman selain ASI
Pemberian ASI Eksklusif menurunkan risiko infeksi saluran cerna, otitis media,
alergi, kematian bayi, infeksi usus besar dan usus halus (inflammatory bowel
disease), penyakit celiac, leukemia, limfoma, obesitas, dan DM pada masa yang
akan datang. Pemberian ASI Eksklusif dan meneruskan pemberian ASI hingga 2
tahun juga dapat mempercepat pengembalian status gizi ibu, menurunkan risiko
obesitas, hipertensi, rematoid artritis, kanker payudara ibu.
3. Periode 6 – 24 bulan (540 hari)
Mulai usia 6
bulan ke atas, anak mulai diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) karena
sejak usia ini, ASI saja tidak mencukupi kebutuhan anak. Pengetahuan dalam
pemberian MP ASI menjadi sangat penting mengingat banyak terjadi kesalahan dalam praktek
pemberiannya, seperti pemberian MP ASI yang terlalu dini pada bayi yang usianya
kurang dari 6 bulan. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pencernaan atau diare.
Sebaliknya, penundaan pemberian MP ASI akan menghambat pertumbuhan bayi karena
alergi dan zat-zat gizi yang dihasilkan dari ASI tidak mencukupi kebutuhan lagi
sehingga akan menyebabkan kurang gizi (Pudjiadi, 2005).
Asupan gizi
yang tidak kuat merupakan salah satu penyebab kegagalan tumbuh kembang anak.
Ini berarti solusi untuk kekurangan gizi harus memenuhi penyediaan nutrisi
tertentu untuk anak (UKAID, 2011). Menurut Ali Khomsan usaha positif yang dapat
dilakukan untuk menanggulangi masalah ini adalah dengan menyelenggarakan
program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) secara gratis, disamping
itu perlu ditingkatkan pengetahuan ibu tentang makanan yang bergizi.10 PMT-P
dapat berupa makanan
lokal atau makanan pabrik seperti susu dan biscuit (Persagi, 2012).
Pada usia
ini anak berada pada periode pertumbuhan dan perkembangan cepat, mulai terpapar
terhadap infeksi dan secara fisik mulai aktif, sehingga kebutuhan terhadap zat
gizi harus terpenuhi dengan memperhitungkan aktivitas bayi/anak dan keadaan
infeksi. Agar mencapai gizi seimbang maka perlu ditambah dengan Makanan
Pendamping ASI atau MP-ASI, sementara ASI tetap diberikan sampai bayi berusia 2
tahun. Pada usia 6 bulan, bayi mulai diperkenalkan kepada makanan lain,
mula-mula dalam bentuk lumat, makanan lembik dan selanjutnya beralih ke makanan
keluarga saat bayi berusia 1 tahun (Kemenkes RI, 2014).
Ibu
sebaiknya memahami bahwa pola pemberian makanan secara seimbang pada usia dini
akan berpengaruh terhadap selera makan anak selanjutnya, sehingga pengenalan
kepada makanan yang beranekaragam pada periode ini menjadi sangat penting. Secara bertahap, variasi makanan
untuk bayi usia 6-24 bulan semakin ditingkatkan, bayi mulai diberikan sayuran
dan buah-buahan, lauk pauk sumber protein hewani dan nabati, serta makanan
pokok sebagai sumber kalori. Demikian pula jumlahnya ditambahkan secara
bertahap dalam jumlah yang tidak berlebihan dan dalam proporsi yang juga
seimbang (Kemenkes RI, 2014).
Meskipun
telah berhasil sampai pada akhir fase ASI Eksklusif, lanjutkan menyusui ASI sampai
anak berusia 2 tahun. Di usia 6 bulan kehidupannya, anak memasuki fase makan
untuk pertama kali. Dalam fase ini, anak akan mengenal makanan pendamping air
susu ibu (MP-ASI). Hal yang perlu diperhatikan adalah praktik Pemberian Makan
Bayi dan Anak (PMBA). Kalau ibu hamil berhasil IMD dan ASI Eksklusif selama 6
bulan, selamat bayinya.. Tapi jika dalam pemberian makanan cair dan lunak dalam
fase PMBA tadi itu tidak diberikan makanan yang baik, maka tetap saja gagal
(Kemenkes RI, 2017).
C. Kegiatan 1000 HPK
Pedoman Perencanaan Program Gizi pada 1000
HPK menjelaskan bahwa gizi 1000 HPK terdiri dari 2 jenis kegiatan, yaitu
intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Kedua intervensi ini sangat baik
bila mampu berjalan beriringan karena akan berdampak sustainable dan jangka
panjang. Beberapa kegiatan tersebut adalah penyediaan air bersih, sarana
sanitasi, berbagai penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi,
fortifikasi pangan, pendidikan dan KIE Gizi, pendidikan dan KIE Kesehatan,
kesetaraan gender, dan lain-lain.
1. Kegiatan Intervensi Spesifik
Tindakan
atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan khusus untuk kelompok 1000
HPK. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan, seperti pada
kelompok khusus ibu hamil dilakukan kegiatan suplementasi besi folat, pemberian
makanan pada ibu KEK, penanggulangan kecacingan pada ibu hamil, pemberian
kelambu berinsektisida dan pengobatan bagi ibu hamil yang postif malaria. Kelompok 0-6 bulan dilakukan
kegiatan promosi menyusui dan ASI eksklusif (konseling individu dan kelompok)
dan untuk kelompok 7-23 bulan, promosi menyusui tetap diberikan, KIE perubahan
perilaku untuk perbaikan MP-ASI, suplementasi zink, zink untuk manajemen diare,
pemberian obat cacing, fortifikasi besi, pemberian kelambu berinsektisda dan
malaria. Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya juga dapat
dicatat dalam waktu yang relatif pendek.
2. Kegiatan Intervensi Sensitif
Intervensi
gizi sensitif merupakan berbagai kegiatan yang berada di luar sektor kesehatan.
Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000 HPK. Namun apabila
dilaksanakan secara khusus dan terpadu dengan kegiatan spesifik, dampaknya
terhadap keselamatan proses pertumbuhan dan perkembangan kelompok 1000 HPK akan
semakin baik. Intervensi gizi sensitif meliputi, penyediaan air bersih dan
sanitasi, ketahanan pangan dan gizi, keluarga berencana, jaminan kesehatan masyarakat, jaminan
persalinan dasar, fortifikasi pangan, pendidikan gizi masyarakat, intervensi
untuk remaja perempuan dan pengentasan kemiskinan (Kemenko Kesra RI, 2012).
Dokumen SUN
Inggris menyebutkan bahwa intervensi gizi spesifik yang umumnya dilaksanakan oleh
sektor kesehatan hanya 30% efektif mengatasi masalah gizi 1000 HPK. Hal ini
karena kompleksnya masalah gizi khususnya masalah beban ganda, yaitu kombinasi
antara anak kurus, pendek gemuk dan penyakit tidak menular (PTM), yang terjadi
pada waktu yang relatif sama di masyarakat miskin, penuntasan 70% memerlukan
keterlibatan banyak sektor pembangunan diluar sektor kesehatan (Kemenko Kesra
RI, 2013).
Dalam
kerangka konsep UNICEF penanganan masalah gizi diantaranya adalah melalui
program pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, keterlibatan dunia
usaha, penanganan konflik serta pelestarian lingkungan hidup.6 Program-program ini merupakan potensi
yang sangat besar untuk mengatasi kekurangan gizi dan memegang kunci untuk
mengatasi sisa dua pertiga dari penyebab masalah stunting yang tidak dapat
diselesaikan dengan intervensi gizi spesifik (UKAID, 2011).
Dalam
penelitian ditemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga dengan kondisi air
dan sanitasi kurang baik lebih sering mengalami diare daripada anak yang
berasal dari keluarga dengan kondisi air dan sanitasinya paling baik.18Hal ini
dimungkinkan karena infeksi subklinis yang berasal dari paparan lingkungan
tercemar dan gizi dapat mengurangi kemampuan usus untuk mencegah organisme
penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh.19 Penyakit infeksi karena lingkungan
yang kurang baik lainnya yaitu infeksi cacing STH (Soil Transmitted Helminth).
Cacing STH adalah cacing yang penularannya lewat tanah dan jenis cacing yang
sering ditemukan yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostama
duodenale dan Necator americanus Strongylaides steicoralis (Gandahusada, 2014).
Selain itu,
kemiskinan merupakan masalah mendasar yang menyebabkan masih tingginya masalah
gizi di Indonesia. Penanggulangan kemiskinan dengan cara memperbaiki ekonomi
dan meningkatkan pendapatan merupakan salah satu cara intervensi tidak langsung
yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah gizi yaitu memperbaiki ekonomi
dan meningkatkan pendapatan masyarakat (World Bank, 2011). Keluarga dengan pendapatan yang memadai
dapat memenuhi kebutuhan asupan makannya juga mempunyai akses yang baik
terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki lingkungan yang sehat dapat
terhindar dari gizi kurang.
D. Pemangku Kepentingan
Dalam Gerakan 1000 HPK ditekankan pentingnya
kemitraan dengan berbagai pihak atau pemangku kepentingan untuk mengatasi
masalah gizi. Program perbaikan gizi tidak hanya menjadi tanggungjawab dan dilakukan oleh pemerintah, tetapi perlu
melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terdiri dari kementerian dan
lembaga, dunia usaha, mitra pembangunan internasional, lembaga sosial
kemasyarakatan, dan didukung oleh organisasi profesi, perguruan tinggi, serta
media.
1. Pemerintah
Pemerintah berperan sebagai inisiator,
fasilitator, dan motivator gerakan 1000 HPK, yang terdiri dari K/L, mitra
pembangunan, organisasi masyarakat, dunia usaha dan mitra pembangunan.
2. Mitra Pembangunan/Donor
Tugas mitra pembangunan adalah untuk
memperkuat kepemilikan nasional dan kepemimpinan, berfokus pada hasil,
mengadopsi pendekatan multisektoral, memfokuskan pada efektivitas,
mempromosikan akuntabilitas dan memperkuat kolaborasi dan inklusi.
3. Organisasi Kemasyarakatan
Tugas organisasi kemasyarakatan adalah
memperkuat mobilisasi, advokasi, komunikasi, riset dan analisasi kebijakan serta pelaksana pada tingkat
masyarakat untuk menangani kekurangan gizi.
4. Dunia Usaha
Dunia usaha bertugas untuk pengembangan
produk, control kualitas, distribusi, riset, pengembangan teknologi informasi, komunikasi,
promosi perubahan perilaku untuk hidup sehat.
5.
Mitra Pembangunan/Organisasi
PBB
Mitra
pembangunan bertugas untuk memperluas dan mengembangkan kegiatan gizi sensitif
dan spesifik melalui harmonisasi keahlian dan bantuan teknis antar mitra
pembangunan antara lain UNICEF, WHO, FAO dan IFAD, SCN (Standing Committee on
Nutrition).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Seribu hari pertama
kehidupan bukan dimulai sejak bayi lahir, melainkan sejak pertama kali
terjadinya pembuahan. Seribu hari pertama kehidupan terdiri dari 9 bulan dalam
kandungan hingga anak berusia 2 tahun
Perkembangan massa otak 70-80% terjadi pada
1000 hari pertama kehidupan. Itu sebabnya, masa kritis pertumbuhan dan
perkembangan seorang anak sangat ditentukan pada masa 1000 hari pertama
kehidupan. Jika pertumbuhan dan perkembangan bayi tidak optimal pada 1000 hari
pertama kehidupan, berbagai masalah dapat terjadi pada usia remaja hingga
dewasa.
Sebaliknya, keberhasilan pada 1000 hari
pertama kehidupan anak dapat menciptakan sumber daya manusia yang unggul pada
masa yang akan datang. Oleh karena itu, masa 1000 hari pertama kehidupan
sangatlah penting dan tidak boleh terlewatkan.
Salah satu aspek yang pada
program 1000
hari pertama kehidupan adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi secara
optimal. Kebutuhan nutrisi anak harus dipenuhi dengan
baik sejak masih berada dalam kandungan. Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang baik
selama kehamilan dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam
kandungan. Bayi yang lahir prematur atau berat lahir rendah tentunya memiliki
risiko gangguan kesehatan yang lebih tinggi setelah lahir. Hal ini karena
sistem imunitas tubuh sangat berkaitan dengan status nutrisi.
B.
Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari
para pembaca
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M, Wirjatmadi, B. 2012. Pengantar
Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana.
Almatsier, S. 2001. Prinsip DasarIlmu Gizi .
Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Arimond, M., Ruel, M. 2004. Dietary diversity
is associated with child nutritional status: Evidence from 11 demographic and
health surveys. J.Nutr. Vol 134: 2579– 2585.
Ariska, Y., Kustiyah, L., Widodo,Y. 2015.
Perubahan status gizi balita pada program edukasi dan rehabilitasi gizi. Jurnal
Gizi Pangan. Vol 10 (3): 157-164.
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan:
Buku Ajar Ilmu Gizi. Buku Kedokteran Jakarta:
EGC. Arisman, 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi
dalam Daur Kehidupan Edisi 2. Jakarta: Penerbit EGC. Aritonang. 2012. Penyelenggaraan
Makanan. Leutika.Yogyakarta.
KATA
PENGANTAR
Pertama-tama Saya mengucapkan puji dan syukur
kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas makalah ini dapat Saya selesaikan dengan baik.
Salawat dan Salam senantiasa dipanjatkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW sebagai Uswatun Hasanah bagi hidup dan kehidupan kita
di muka bumi ini. Penyusun juga mengucapkan terima kasih bagi
seluruh pihak yang telah membantu Saya dalam menyelesaikan tugas ini.
Saya sangat menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih banyak kekurangan, baik materi maupun penyajian serta
penulisan yang tidak sesuai. Untuk itu Saya memohon maaf yang sebesar-besarnya,
dan Saya juga mengharapkan kritik dan juga sarannya kepada semua pihak demi
kesempurnaan penulisan makalah ini dan perbaikan-perbaikan dimasa yang akan
datang. Terima kasih.
Arga
Makmur, Februari 2021
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian 1000 Hari Pertama Kelahiran........................................... 3
B. Gerakan 100 Hari Pertama Kehidupan................................................ 3
C. Kegiatan 100 Hari Pertama Kehidupan............................................... 10
D.
Pemangku Kepentingan........................................................................ 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 14
B. Saran........................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA
iii
MAKALAH
“ 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN (HPK) “
DOSEN PEMBIMBING LAPANGAN
MAGDALENA SIBARANI,
A.Md, Gz, SKM
Disusun Oleh :
ME FRANSISKA
NPM. 170100013
PROGRAM STUDI KESEHATAN
MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS RATU SAMBAN
2021
Komentar
Posting Komentar