KMB
DAN KONFLIK LANJUTAN INDONESIA-BELANDA
1. Konferensi Inter-Indonesia (19 -22 Juli
1949 dan 31 Juli – 2 Agustus 1949)
Sebelum Konferensi Meja Bundar
berlangsung, dilakukan pendekatan dan koordinasi dengan negara- negara bagian
(BFO) terutama berkaitan dengan pembentukan Republik Indonesia Serikat.
Konferensi Inter-Indonesia ini penting untuk menciptakan kesamaan pandangan
menghadapi Belanda dalam KMB. Konferensi diadakan setelah para pemimpin RI
kembali ke Yogyakarta. Konferensi Inter-Indonesia I diadakan di Yogyakarta pada
tanggal 19 – 22 Juli 1949. Konferensi Inter-Indonesia I dipimpin Mohammad Hatta. Konferensi Inter-Indonesia II diadakan
di Jakarta pada tanggal 30 Juli – 2 Agustus 1949. Konferensi Inter-Indonesia II
dipimpin olehSultan Hamid (Ketua BFO). Pembicaraan dalam Konferensi
Inter-Indonesia hampir semuanya difokuskan pada masalah pembentukan RIS, antara
lain:
1) masalah tata susunan dan hak Pemerintah
RIS,
2) kerja sama antara RIS dan Belanda dalam
Perserikatan Uni.
Hasil positif
Konferensi Inter-Indonesia adalah disepakatinya beberapa hal berikut ini.
a. Negara Indonesia Serikat yang nantinya
akan dibentuk di Indonesia bernama Republik Indonesia Serikat (RIS).
b. Bendera kebangsaan adalah Merah Putih.
c. Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.
d. Hari 17 Agustus adalah Hari Nasional.
Dalam bidang
militer, Konferensi Inter-Indonesia memutuskan hal-hal berikut.
a. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat
(APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional.
b. TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima
orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda
lain dengan syarat-syarat yang akan ditentukan lebih lanjut.
c. Pertahanan negara adalah semata-mata hak
Pemerintah RIS, negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri.
Kesepakatan
tersebut mempunyai arti penting sebab perpecahan yang telah dilakukan oleh
Belanda sebelumnya, melalui bentuk-bentuk negara bagian telah dihapuskan.
Kesepakatan ini juga merupakan bekal yang sangat berharga dalam menghadapi
Belanda dalam perundingan-perundingan yang akan diadakan kemudian. Pada tanggal
1 Agustus 1949, pihak Republik Indonesia dan Belanda mencapai persetujuan
penghentian tembak-menembak yang akan mulai berlaku di Jawa pada tanggal 11
Agustus dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus. Tercapainya kesepakatan
tersebut memungkinkan terselenggaranya Konferensi Meja Bundar di Den Haag,
Belanda.
2. Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (
23 Agustus- 2 November 1949)
Konferensi Meja Bundar (KMB) diadakan di
Ridderzaal, Den Haag, Belanda. Konferensi dibuka pada tanggal 23 Agustus 1949
dan dihadiri oleh:
1)
Delegasi
Republik Indonesia dipimpin Mohammad Hatta,
2)
Delegasi BFO
dipimpin Sultan Hamid,
3)
Delegasi
Kerajaan Belanda dipimpin J. H. van Maarseveen, dan
4)
UNCI diketuai
oleh Chritchley.
Konferensi Meja
Bundar dipimpin oleh Perdana Menteri Belanda, W. Drees. Konferensi
berlangsung dari tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 November 1949. Dalam
konferensi dibentuk tiga komisi, yaitu: Komisi Ketatanegaraan, Komisi Keuangan,
dan Komisi Militer. Kesulitan-kesulitan yang muncul dalam perundingan adalah:
a.
dari Komisi
Ketatanegaraan menyangkut pembahasan mengenai Irian Jaya,
b.
dari Komisi
Keuangan menyangkut pembicaraan mengenai masalah utang.
Belanda
menuntut agar Indonesia mengakui utang terhadap Belanda yang dilakukan sampai
tahun 1949. Dalam bidang militer, tanpa ada kesulitan siding menyepakati inti
angkatan perang dalam bentuk Indonesia Serikat adalah Tentara Nasional
Indonesia (TNI). Setelah penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia
Serikat, KNIL (tentara Belanda di Indonesia) akan dilebur ke dalam TNI. KMB
dapat menghasilkan beberapa persetujuan. Berikut ini adalah beberapa hasil dari
KMB di Den Haag:
a.
Belanda
menyerahkan kedaulatan atas Indonesia sepenuhnya dan tanpa syarat kepada RIS.
b.
Republik
Indonesia Serikat (RIS) terdiri atas Republik Indonesia dan 15 negara federal.
Corak pemerintahan RIS diatus menurut konstitusi yang dibuat oleh delegasi RI
dan BFO selama Konferensi Meja Bundar berlangsung.
c.
Melaksanakan
penyerahan kedaulatan selambat- lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
d.
Masalah Irian
Jaya akan diselesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan kedaulatan.
e.
Kerajaan
Belanda dan RIS akan membentuk Uni Indonesia-Belanda. Uni ini merupakan badan
konstitusi bersama untuk menyelesaikan kepentingan umum.
f.
Menarik mundur
pasukan Belanda dari Indonesia dan membubarkan KNIL. Anggota KNIL boleh masuk
ke dalam APRIS.
g.
RIS harus
membayar segala utang Belanda yang diperbuatnya semenjak tahun 1942.
h.
RIS
mengembalikan semua hak milik Belanda, memberikan hak konsesi, dan izin baru
bagi perusahaan-perusahaan Belanda
i.
RIS sebagai
negara yang berdaulat penuh bekerjasama dengan Belanda dalam suatu perserikatan
yang dipimpin oleh Ratu Belanda atas dasar sukarela dengan kedudukan dan hak
yang sama
a.
Hasil KMB yang
menguntungkan Indonesia: pengakuan kemerdekaan Indonesia, penyelesaian
perselisihan dengan Belanda, dan dapat memulai perintisan pembangunan nasional
b.
Hasil KMB yang
merugikan Indonesia: Irian Barat belum diserahkan kepada Republik Indonesia
Serikat dan masih harus dibicarakan dalam satu tahun setelah pengakuan
kemerdekaan
3. REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (RIS) 1949 – 1950
Republik Indonesia serikat adalah
sebuah Negara yang berdaulat atas dasar kesepakatan dua Negara yaitu Kerajaan
Belanda dan Republik Indonesia. Dengan menyepakati hasil – hasil Konferensi
Meja Bundar yang dilaksanakan tanggal 23 Agustus 1949 di Den Haag Belanda, RIS
berusaha menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan amanah yang telah
ditetapkan oleh KMB.
Dalam perjalannya sejarah Republik Indonesia, yang
mengalami peleburan dalam RIS merupakan sebuah fakta sejarah yang membawa
Negara kita menjadi sebuah Negara yang menganut fahan Federal yaitu faham yang
dipaksakan oleh Belanda kepada RI
Walaupun RIS tidak bertahan lama, tetapi itu adalah
merupakan sebuah pengalaman sejarah bagi Indonesia yang tidak bisa menerima
pemerintahan dengan sistim federal.
perkembangan Republik Indonesia Serikat (RIS)
Pada tanggal 23 Agustus 1949 Konferensi Meja Bundar
yang bersejarah ini dibuka dengan resmi dengan suatu siding lengkap di Bangsal
Ksatria (Ridderzaal) Staten General (Kedua Majelis Parlemen) di
Lapangan Binnen Hof, Den Haag, dengan suatu Pidato Perdana Menteri, Dress.
Dalam Konferensi Meja Bundar telah memutuskan untuk
membentuk lima Komisi yakni :
a. Komisi untuk urusan Politik dan Konstitusional
b. Komisi untuk urusan Keuangan dan Ekonomi
c. Komisi untuk urusan Militer
d. Komisi untuk Urusan Kebudayaan
e. Komisi untuk Urusan Sosial
Dalam
Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan tanggal 23 Agustus 1949, yang secara
resmi belanda menyerahkan pemerintahan sendiri terhadap Republik Indonesia
Serikat. Tetapi sebuah ironi, manakala kesepakatan KMB tidak sesuai dengan yang
diharapkan oleh Republik. Belanda dalam KMB menyatakan menyerahkan kedaulatan
penuh kepada RIS, tetapi tidak menyerahkan beserta Irian Barat/Irian Jaya.
Letnan Gubernur
jenderal Van Mook mengatakan atas nama Pemerintah Belanda, bahwa Irian Jaya
untuk selanjutnya akan merupakan bagian integral daerah RIS yang akan datang.
Hanya karena jaminan resmi ini, Konferensi dapat menyetujui untuk memisahkan
Irian Jaya dari daerah Indonesia Timur (Arsip Kementrian Dalam Negeri, berkas
telegram, no 7. Dalam Ide anak Agung Gde Agung, 1983:297) Dalam hal ini, bisa
ditarik kesimpulan bahwa belanda menggunakan Irian Jaya sebagai kunci agar
Republik Indonesia tidak dapat bergerak dengan leluasa. RIS akan berada dalam
pengawasan Belanda karena Irian Jaya belum bisa masuk ke dalam kedaulatan RIS.
Belanda tidak benar – benar memberikan kedaulatan penuh kepada RIS.
Pada tanggal 27
Desember 1949 di Amsterdam diadakan Uapacara Penyerahan Kedaulatan dari
kerajaan belanda kepada Republik Indonesia Serikat.
4. Konflik Indonesia – Belanda (
1945 – 1950 )
A. KEDATANGAN SEKUTU ke INDONESIA
Setelah Perang pasifik berakhir dan Jepang
kalah dalam menghadapi sekutu, maka Jepang meyerahkan kekuasaannya pada sekutu.
Pasukan sekutu yang bertugas menangani Indonesia adalah Tentara Kerajaan Inggris.
Pasukan tersebut terdiri dari 2, yaitu :
1)
SEAC
(South East Asia Command) dipimpin oleh Laksamana Lord Louis
Mounbatten untuk wilayah Indonesia bagian Barat. Mendarat di Indonesia
tanggal 22 September 1945.
2)
SWPC
(South West Pasific Command) untuk wilayah Indonesia bagian Timur.
Dalam melaksanakan tugasnya di Indonesia bagian barat,
Mounbatten membentuk AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies)
dipimpin oleh Letnan Jenderal Philip Christison. Tugas AFNEI adalah sebagai berikut.
1)
Menerima penyerahan dari tangan Jepang.
2)
Membebaskan para tawanan perang dan
interniran Sekutu.
3)
Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang
untuk kemudian dipulangkan.
4)
Menegakkan dan mempertahankan keadaan
damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil.
5)
Menghimpun keterangan tentang penjahat
perang dan menuntut mereka di depan pengadilan Sekutu.
Kedatangan
AFNEI ke Indonesia didahului oleh kelompok penghubung yang dipimpin Mayor
Geenhalg yang tiba di Jakarta tanggal 8 September 1945. Ia bertugas
mempersiapkan markas Besar sekutu di Jakarta. Kedatangannya disul oleh Kapal
Perang Inggris Cumberland dibawah pimpinan Laksamana Peterson yang berlabuh di
Tanjung Priok pada tanggal 29 September 1945 dan disusul oleh kapal perang
Belanda, Tromp.
Kedatangan
sekutu awalnya disambut baik (netral) oleh pemimpin Indonesia sebab melihat
tugas yang dibawanya. Namun setelah mengetahui bahwa ternyata sekutu membawa
NICA (Netherlands Indies Civil Administration) maka Indonesia
mulai curiga dan meragukan maksud kedatangan pasukan sekutu tersebut. Kecurigaan
tersebut disebabkan karena:
1)
NICA adalah pegawai sipil pemerintah Hindia-Belanda
yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan sipil di Indonesia.
2)
Dugaan bahwa Belanda mau menegakkan
kembali kekuasaannya di Indonesia sebab Belanda masih merasa memiliki hak di
Indonesia.
3)
NICA mempersenjatai orang-orang KNIL yang
baru dilepaskan dari tawanan Jepang.
4)
Bekas interniran juga menuntut kembali
barang-barang miliknya.
Akhirnya
Panglima AFNEI, Christison mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto pada
tanggal 1 Oktober 1945. Sehingga para pejabat daerah pun menerima pasukan AFNEI
dan bersedia membantu tugas AFNEI. Pelaksanaannya di daerah-daerah yang didatangi pasukan
sekutu terjadi insiden dan pertempuran dari pihak RI. Hal tersebut disebabkan
karena pasukan sekutu tidak sungguh-sungguh menghormati kedaulatan RI meskipun telah
menyampikan bahwa tidak akan mencampuri persoalan status kenegaraan Indonesia.
Sementara pihak sekutu merasa kewalahan dan menuduh pemerintah RI tidak mampu
menegakkan keamanan dan ketertiban sehingga terorisme merajalela.Keadaan
tersebut dimanfaatkan oleh Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia
dengan membantu pihak sekutu dibawah pimpinan Panglima Angkatan Perang Belanda,
Lakasamana Helfrich.
Sejak
saat itu terjadilah konflik antara sekutu dan para pejuang Indonesia, seperti
di Surabaya, Ambarawa, Medan, Bandung, Manado, Biak
B. DUKUNGAN DUNIA dalam MENGHDAPI KONFLIK
INDONESIA-BELANDA
Dalam menghadapi masalah konflik
Indonesia-Belanda maka Indonesia melakukan upaya untuk menarik dukungan
internasional melalui PBB. Adapun upaya indonesia tersebut adalah sebagai
berikut.
1)
Tindakan langsung, dengan mengemukakan masalah Indonesia di hadapan
sidang Dewan Keamanan PBB.
2)
Tindakan tidak langsung, dengan melakukan pendekatan dan hubungan baik dengan
negara-negara yang mendukung Indonesia dalam sidang PBB
3)
Usaha untuk menarik dukungan internasional
lewat PBB tersebut diantaranya :
a)
Membina hubungan baik dengan Australia
saat pasukan dari negara tersebut terlibat dalam tugas AFNEI.
b)
Membina hubungan baik dengan India yang
dimulai dengan mengirimkan bantuan beras sejak bulan Agustus 1946.
c)
Membina Hubungan baik dengan Liga Arab.
d)
Mengadakan pendekatan dengan negara-negara
anggota Dewan Keamanan PBB
C. LATAR BELAKANG KONFLIK INDONESIA-BELANDA
Belanda masih ingin mengusai Indonesia
sebab merasa bahwa Indonesia adalah miliknya. Sehingga dia melakukan berbagai
upaya guna mendapakan kembali Indonesia, termasuk melalui perlawanan dan meja
perundingan. Sejak 10 Februari 1946 telah terjadi perundingan antara
Indonesia-Belanda sebelum selanjutnya terjadi perundingan pendahuluan mengenai
gencatan senjata Indonesia-Belanda pada tanggal 7 Oktober 1946 sebelum
selanjutnya terjadi perundingan Linggarjati.
Sementara itu pasukan sekutu telah
mengosongkan daerah yang didudukinya dan diganti oleh tentara Belanda. Pada
tanggal 24 Oktober 1946, Inggris mengosongkan Bogor, Palembang, Medan, dan
Padang. Secara berangsur-angsur pasukan sekutu ditarik dari Indonesia. Akhir
November 1946 seluruh pasukan sekutu telah meninggalkan Indonesia.
Perundingan Linggarjati berlangsung
tanggal 10 November 1946 di Linggarjati. Perundingan Linggarjati
merupakan perundingan antara RI dengan Komisi Umum Belanda.
1)
Delegasi Republik Indonesia
dipimpin oleh PM. Syahrir.
2)
Delegasi Belanda dipimpin oleh Schermerhorn.
3)
Perundingan Linggarjati dipimpin oleh Lord
Killearn di Inggris (sebagai perantara)
Tanggal
15 November 1946 naskah persetujuan Linggarjati diumumkan di
Jakarta.
Hasil
perundingan Linggarjati adalah sebagai berikut.
1)
Belanda mengakui secara de facto
Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan
Madura.
2)
Belanda harus meninggalkan daerah de
facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949
3)
Republik Indonesia dan Belanda akan
bekerja sama dalam membentuk Negara federal, dengan nama Republik Indonesia
Serikat, yang salah satu Negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
4)
RepubliK Indonesia Serikat dan Belanda
akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
Pengakuan
secara de facto Belanda terhadap RI, meliputi wilayah Jawa, Madura, dan
Sumatera. Secara de Jure (hukum) status hubungan Internasional Indonesia
tidak jelas, tidak ada penegasan dalam perjanjian apakah Indonesia dapat
melakukan hubungan internasional atau tidak. Terjalinnya hubungan diplomasi
dengan negara lain inilah yang memicu pertentangan lebih lanjut antara
Indonesia-Belanda.Terjadi pro dan kontra mengenai perjanjian Linggarjati tetapi
akhirnya Indonesia menandatangani perjanjian ini pada 25 Maret 1947 dengan
alasan :
1)
Adanya keyakinan bahwa bagaimanapun juga
jalan damai merupakan jalan yang paling baik dan aman untuk mencapai tujuan
Bangsa Indonesia.
2)
Cara damai akan mendatangkan simpati dan
dukungan internasional yang harus diperhitungkan oleh lawan.
3)
Keadaan militer Indonesia yang masih lemah
jika menyetujui perundingan memungkinkan Indonesia memperoleh kesempatan untuk
memperkuat militer.
4)
Jalan diplomasi dipandang sebagai jalan
untuk memperjuangkan pengakuan kedaulatan dan penegakan Negara RI yang
berdaulat.
E. AGRESI MILITER BELANDA I
1)
Latar Belakang Agresi
Militer Belanda I :
·
Perbedaan pendapat dan penafsiran yang
semakin memuncak mengenai ketentuan-ketentuan persetujuan Linggarjati.
Pihak Belanda beranggapan bahwa Republik Indonesia berkedudukan sebagai Negara
persemakmurannya. Sementara itu pihak Republik Indonesia beranggapan bahwa
dirinya adalah sebuah Negara merdeka yang berdaulat penuh.
·
Belanda berpendapat bahwa kedaulatan RI
berada di bawah Belanda sehingga RI tidak boleh melakukan hubungan diplomasi
dengan negara lain.
·
Belanda secara terang-terangan melanggar
gencatan senjata.
·
Tanggal 27 Mei 1947 Belanda menyampaikan
nota/ ultimatum kepada Pemerintah RI yang harus dijawab dalam waktu 14 hari (2
minggu).
·
Belanda mengalami keadaan ekonomi yang
semakin sulit dan buruk.
Ketengangan semakin memuncak, hingga akhirnya Belanda
tanggal 20 Juli 1947 mengumumkan bahwa tidak terikat lagi terhadap perjanjian
Linggarjati sehingga Belanda pada tanggal 21 Juli 1947 pukul. 00.00 WIB
melakukan aksi Agresi Militer Belanda. Hasil yang dicapai sebagai aksi
tersebut.
a.
Dalam waktu singkat Belanda mampu
menerobos garis pertahanan TNI.
b.
Kekuatan TNI dengan organisasi dan
peralatan yang sederhana tidak mampu menahan pukulan musuh yang serba modern.
Bukan berarti kekuatan TNI bisa dihancurkan sebab TNI masih terus dapat
bertahan dengan perlawanan gerilyanya di desa-desa.
c.
Ibu kota RI berhasil dikuasai.
d.
Pelabuhan-pelabuhan penting berhasil
dikuasai sehingga hubungan keluar sangat sulit.
e.
Mengusai daerah penghasil beras dan
melakukan blokade.
Tujuan dilakukan Agresi Militer Belanda I adalah
sebagai berikut.
o
Mengepung ibu kota dan menghancurkan
kedaulatan Republik Indonesia (tujuan politik)
o
Merebut pusat penghasilan makanan dan
bahan eksport (tujuan ekonomi)
o
Menghancurkan TNI (tujuan militer)
Reaksi dunia dengan adanya Agresi Militer Belanda I :
·
Pemerintah India dan Australia mengajukan
resolusi ke Dewan Keamanan PBB.
·
Amerka Serikat mengeluarkan himbauan agar
pihak Belanda dan Republik Indonesia menghentikan tembak menembak.
·
Polandia dan Uni Soviet mendesak agar
pasukan Belanda ditarik dari wilayah Republik Indonesia.
·
Akibat tekanan dari berbagai negara
tersebut maka pada tanggal 4 Agustus 1947 Belanda bersedia menghentikan
agresinya.
F. PERJANJIAN RENVILLE
Latar Belakang:
·
Keinginan Belanda untuk terus memperluas
wilayah kekuasaannya, yang kemudian dikenal dengan garis demarkasi Van
Mook, yaitu garis terdepan dari pasukan Belanda setelah Agresi Militer
sampai perintah genctan senjata Dewan Keamanan PBB tanggal 4 Agustus 1947.
·
Untuk mengatasi konflik Indonesia-Belanda
maka dibentuklah komisi jasa baik yaitu Komisi Tiga Negara (KTN) yang
beranggotakan tiga negara yaitu Belgia, Amerika, dan Australia.
a)
Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland
b)
Australia diwakili oleh Richard Kirby
c)
Amerika Serikat diwakili oleh Frank Graham.
Tujuannya
untuk membantu Indonesia-Belanda menyelesaikan konflik. Akhirnya KTN dapat mempertemukan wakil-wakil
Belanda dan RI di meja perundingan yaitu di kapal Renville milik USA
yang berlabuh di Tanjung Priok pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari
1948. Delegasi Indonesia dipimpin oleh PM. Amir Syarifuddin.
Delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo.
Penengah perundingan adalah KTN.
Isi persetujuan Renville adalah sebagai berikut
·
Belanda tetap berkuasa sampai terbentuknya
Republik Indonesia Serikat
·
RI sejajar kedudukannya dengan Belanda
dalam Uni Indonesia Belanda.
·
Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat
menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah federal sementara.
·
RI merupakan Negara bagian dalam RIS.
·
Dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun akan
diadakan pemilihan umum untuk membentuk konstituante RIS.
·
Tentara Indonesia di daerah pendudukan
Belanda harus dipindahkan ke daerah RI.
Sebenarnya banyak pemimpin Negara RI menolak
persetujuan Renville tersebut tetapi akhirnya mereka bersedia menyetujui. Hal
tersebut dikarenakan adanya pertimbangan sebagai berikut:
a)
Persediaan amunisi yang menipis
b)
Adanya kepastian bahwa penolakan berarti
serangan baru dari pihak Belanda secara lebih hebat.
c)
Adanya keterangan dari KTN bahwa itulah
maksimum yang dapat mereka lakukan.
d)
Tidak adanya jaminan bahwa Dewan Keamanan
PBB dapat menolong.
e)
Bagi RI menandatangani persetujuan
Renville merupakan kesempatan yang baik untuk membina kekuatan militer.
f)
Timbul simpati dunia yang semakin besar
karena RI selalu bersedia menerima petunjuk KTN.
Akibat dari perjanjian Renville :
o
Wilayah Indonesia menjadi semakin sempit
o
Bagi kalangan politik, hasil perundingan
ini memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi.
o
Bagi TNI, hasil perundingan ini
menyebabkan sejumlah wilayah pertahanan yang telah susah payah dibangun harus
ditinggalkan.
o
Muncul berbagai ketidak puasan akibat
perundingan ini.
o
Sementara itu Belanda membentuk
Negara-negara bonekanya yang terhimpun dalam organisasi BFO (Bijeenkomst
voor Federal Overleg) yang disiapkan untuk pertemuan musyawarah federal
G. AGRESI MILITER BELANDA II
Latar Belakang:
Belanda masih ingin menguasai Indonesia dan berusaha
untuk mengingkari perjanjian Renville 8 Desember 1948 Belanda
mengeluarkan surat pernyataan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan
persetujuan gencatan perang Renville. Tetapi surat pernyataan tersebut tidak
dapat disampaikan ke pemerintahan pusat di Yogyakarta sebab dilarang oleh
Belanda.
Pelaksanaan:
·
Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda
melakukan serangan terhadap kota Yogyakarta.
·
Tepatnya pada pukul 05.30 Belanda
melakukan aksi membom pangkalan udara Maguwoharjo (Lapangan Udara
Adisucipto) yang dilanjutkan dengan menghancurkan bangunan-bangunan penting dan
akhirnya merambat ke pusat kota Yogyakarta dan berhasil menguasainya.
·
Belanda berhasil menawan presiden
Soekarno, wakil presiden Moh Hatta, Syahrir (penasehat presiden),H. Agus Salim
(Menlu).
·
Sebelum ditawan presiden berhasil
mengirimkan surat pemberian kekuasaan kepada Menetri Kemakmuran Syafruddin
(Syarifuddin) Prawironegoro untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI
(PDRI) di Sumatera. Jika Syarifuddin tidak dapat menjalankan
tugasnya maka presiden memerintahkan kepada Sudarsono, L.N. Palar, dan A.A
Maramis yang ada di New Delhi untuk membentuk pemerintahan RI di
India.
·
Belanda akhirnya menguasai Yogyakarta
dan TNI berhasil dipukul mundur hingga ke desa-desa.
·
Belanda menganggap TNI telah kalah tetapi
ternyata TNI dapat tetap mengumpulkan kekuatan untuk melawan Belanda.
·
Sementara Belanda menyiarkan kabar ke
seluruh dunia bahwa TNI sudah lemah dan RI sudah tidak ada lagi.
·
Belanda melakukan sensor pers agar berita
tersebut tidak tersiar keluar. Tetapi ternyata dari radio gerilya Indonesia
dapat disiarkan berita perlawanan rakyat hingga ke luar negari.
·
Akhirnya setelah 1 bulan dari agresi
tersebut TNI mulai melakukan gerakan menyerang kota-kota. Serangan yang
terkenal adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta yang
dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, dan berhasil menduduki kota Yogyakarta.
·
Hal tersebut membuktikan kepada dunia
bahwa TNI tidak hancur mereka masih mempunyai kemampuan bahkan mampu menyerang
Belanda. Sehingga Belanda akhirnya mau membicarakan dalam meja perundingan.
Tujuan Belanda menyelenggarakan Agresi Militer II :
o
Belanda ingin menunjukkan kepada dunia
bahwa pemerintah Republik Indonesia dan TNI secara de facto tidak ada
lagi.
Tindakan perjuangan secara diplomatik yang dilakukan
untuk menggagalkan tujuan Belanda, yaitu :
v Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Agresi
Militer Belanda II merupakan tindakan melanggar perjanjian damai (hasil
Perundingan Renville)
v Meyakinkan dunia bahwa Indonesia cinta damai, terbukti
dengan sikap menaati hasil Perundingan Renville dan penghargaan terhadap KTN.
v Membuktikan bahwa Republik Indonesia masih ada. Hal
ini ditunjukkan dengan eksistensi PDRI dan keberhasilan TNI menguasai
Yogyakarta selama enam jam pada Serangan Umum 1 Maret 1949.
v Upaya Indonesia menarik simpati Amerika serikat hingga
akhirnya mendesak Belanda untuk menarik mundur pasukannya dari wilayah
Indonesia.
v Dewan Keamanan PBB juga mendesak Belanda untuk menghentikan
operasi militer dan membebaskan para pemimpin Indonesia. Desakan tersebut
membuat Belanda mengakhiri agresi militer II.
H. PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN DARURAT REPUBLIK INDONESIA
Pada tanggal 19 Desember 1948 sebelum pemerintah
Indonesia ditawan maka mengadakan rapat di Gedung Negara Yogyakarta yang
menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.
1.
Memberi kuasa penuh kepada Mr. Syarifuddin
Prawiranegara (Menteri Kemakmuran RI) untuk membentuk PDRI di Sumatera.
2.
Kepada A.A Maramis, L.N Palar, dan
Soedarsono dperintahkan untuk membentuk PDRI di India bila Mr. Syarifuddin
Prawiranegara gagal di Sumatera.
3.
Presiden, wakil presiden, dan petinggi
lainnya akan tinggal di ibu kota dengan resiko ditawan oleh Belanda tetapi
tetap berdekatan dengan KTN.
Sesuai dengan instruksi Presiden untuk membentuk
pemerintahan darurat jika pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta tidak
dapat berfungsi lagi maka dibentuklah PDRI yang berkedudukan di Bukittinggi,
Sumatra Barat. Dimana Perdana Mentri merangkap menteri pertahanan dan
penerangan dijabat oleh Syafruddin Prawiranegara. Sementara itu, Menteri Luar
Negeri dijabat oleh A.A Maramis. PDRI berhasil menunjukkan kepada dunia internasional bahwa
pemerintah Indonesia masih ada. Pada tanggal 23 Desember 1948, PDRI memberikan
instruksi lewat radio kepada wakil Indonesia di PBB. Isinya, pihak Indonesia
bersedia menghentikan tembak-menembak dan berunding dengan Belanda. Tindakan
ini berhasil mengangkat wibawa Indonesia sekaligus mengundang simpati dunia
internasional. Pemerintah PDRI kecewa sebab
telah terjadi kesepakatan perjanjian Roem-Royen yang dianggap akan melemahkan
wibawa Indonesia padahal kedudukan Indonesia telah kuat sehingga mampu menuntut
lebih banyak kepada Belanda.
Karena kekecewaan para pemimpin PDRI maka melakukan
pertemuan pada tanggal 13 Juli 1949 dengan pimpinan Indonesia yang di tawan di
Bangka. Hasil pertemuan itu antara lain :
I. PERJANJIAN ROEM ROYEN
Guna menjamin terlaksananya penghentian Agresi Militer
Belanda II maka PBB menganti KTN dengan membentuk UNCI (United Nations
Comission for Indonesia) yaitu komisi PBB untuk Indonesia.
Komisi ini selanjutnya mempertemukan Indonesia dan
Belanda ke meja perundingan pada tanggal 14 April 1949. Dimana Delegasi RI
dipimpin oleh Mr. Moh. Roem (ketua), Mr. Ali sastro Amijoyo (wakil)
sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J. H Van Royen.
Perundingan diadakan di Hotel Des Indes Jakarta dipimpin oleh Merle
Cochran, anggota komisi dari Amerika Serikat.
Perundingan ini mengalami hambatan sehingga baru pada
awal Mei 1949 terjadi kesepakatan.
Isi Perjanjian Roem-Royen (Roem-Royen Statement) sebagai berikut:
Delegasi Indonesia menyatakan kesediaan pemerintah RI
untuk:
a)
Pemerintah Republik Indonesia akan
mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
b)
Bekerjasama dalam mengembalikan perdamaian
dan menjaga ketertiban dan keamanan.
c)
Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan
maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada
Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat.
Pernyataan Delegasi Belanda yang dibacakan oleh Dr.
H.J. Van Royen yaitu:
Sejak bulan Juni 1949, berlangsung persiapan pemulihan
pemerintahan Indonesia di Yogyakarta. Persiapan itu berlangsung di bawah
pengawasan UNCI. Sejak tanggal 24-29 Juni
1949, tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta. TNI akhirnya
memasuki kota Yogyakarta. Pada 6 Juni 1949,
presiden, wakil presiden, serta para pemimpin lainnya kembali ke Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar