ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA: PERJALANAN MENAPAK JEJAK ISLAM DI EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA
ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL 99 CAHAYA
DI LANGIT EROPA: PERJALANAN MENAPAK JEJAK ISLAM DI EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA
(Tugas
Akhir Perkuliahan Pendidikan Bahasa Indonesia)

OLEH :
BETI KURNIATI
NPM. 2186208025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2021/2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan
syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
bimbingan-Nya makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Makalah
yang berjudul “ Analisis
Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam novel
99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak
Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais
dan Rangga Almahendra “
Selama
penyusunan makalah ini banyak kendala yang dihadapi, namun berkat bimbingan
serta bantuan dari berbagai pihak , semua
kendala tersebut dapat teratasi. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati
penulis, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya
kepada yang semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini.
Penulis merasa
masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi
sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis
sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.
Bengkulu, Januari 2022
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Analisis............................................................................. 1
B. Tujuan Analisis.......................................................................................... 2
C. Manfaat Analisis........................................................................................ 2
BAB II KAJIAN
PUSTAKA
A. Pengertian Nilai-nilai
Pendidikan Islam ..................................................... 3
B.
Nilai dalam Pendidikan Islam..................................................................... 4
BAB III HASIL ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
A.
Identitas Novel.......................................................................................... 8
B.
Sinopsis Novel........................................................................................... 8
C.
Nilai-nilai Pendidikan Islam yang ditemukan........................................... 10
BAB IV SIMPULAN DAN
SARAN
A. Simpulan..................................................................................................... 17
B. Saran........................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Analisis
Novel
99 Cahaya di Langit Eropa tidak hanya
memiliki fungsi sebagai media
hiburan, namun juga dapat menjadi media dalam menginternalisasi nilai- nilai pendidikan khususnya
pendidikan Islam. Penulis
novel yakni Hanum Salsabiela
Rais dan Rangga Almahendra menceritakan pengalaman religi yang membuat keduanya semakin bangga terhadap
Islam ketika hidup di benua yang mayoritas penduduknya ateis. Penulis berkisah
mengenai muslim sebagai
penduduk minoritas yang sebenarnya sulit untuk mempertahankan prinsip
agama, namun dengan iman yang kuat
mereka mampu bertahan dan menjalankan ajaran
agama dengan khidmat. Hanum dan Rangga mencoba untuk menjalankan misi Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin tidak hanya pada sesama muslim, tetapi juga pada non-muslim. Keduanya menggambarkan buah dari ketaatan
menjalankan perintah dan menjauhi larangan
agama dan berbuat
baik kepada sesama,
yakni timbulnya rasa toleransi antar umat manusia.
Tujuan penelitian ini tidak lain ialah untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam dan gambaran Islam pada masa sebelum renaissance dan
kondisi Islam saat ini di benua Eropa dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa.
Berdasarkan
kenyataan yang terjadi di lapangan, maka peneliti merasa pentingnya mengkaji nilai-nilai Islam untuk memberi
gambaran tuntunan beragama dalam syari’at Islam khususnya
bagi para generasi muda yang baru memulai proses mendalami ajaran agama Islam. Oleh karena itu peneliti
tertarik mengkaji nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam novel
99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak
Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais
dan Rangga Almahendra, dan menjadikannya sebagai sebuah penelitian dengan judul “ANALISIS
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA: PERJALANAN MENAPAK JEJAK ISLAM DI
EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA
1
B.
Tujuan
Analisis
Untuk mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung
dalam novel
99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak
Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais
dan Rangga Almahendra
C.
Manfaat
Analisis
Memberi manfaat dan menambah khazanah keilmuwan sebagai bentuk rasa
ingin tahu yang pada akhirnya bermanfaat juga bagi peneliti, dan juga
bermanfaat untuk masyarakat. Serta membuka wawasan seluas-luasnya kepada
pembaca tentang karya sastra yang sebenarnya juga mengandung nilai - nilai
pendidikan, terutama Pendidikan Islam.
2
BAB II
NILAI PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PARA AHLI
A. Pengertian Nilai-nilai Pendidikan Islam
1.
Pengertian Nilai Secara Umum
Nilai merupakan sesuatu yang abstrak sehingga
sulit untuk dirumuskan ke dalam suatu pengetian yang memuaskan. Beberapa ahli
merumuskan pengertian nilai dari beberapa perspektif yaitu menurut Chabib
Thoha nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan)
yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti
(manusia yang meyakini) Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan
berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.
Purwadarminta menerjemahkan Nilai sebagai
sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Mujib dan
Muhaimin mengungkapkan “Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan
tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam
masyarakat. Sementara menurut Gazalba yang dikutip Thoha mengartikan nilai
sebagai sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit,
bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian
empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki
Dari uraian di atas maka nilai dapat
diartikan sebagai sesuatu yang dianggap baik, berguna atau penting, dijadikan sebagai
acuan dan melambangkan kualitas yang kemudian diberi bobot baik oleh individu
maupun kelompok.
2.
Pengertian Nilai-nilai Pendidikan Islam
Menurut Ali Sarwan, nilai pendidikan Islam
adalah ciri-ciri atau sifat khas Islami yang dimiliki sistem pendidikan Islam. Rajab Dauri mengatakan nilai-nilai pendidikan
Islam adalah corak atau sifat yang melekat pada pendidikan Islam. Sedangkan Ruqaiyah M. berpendapat
nilai-nilai pendidikan Islam adalah ada pada determinasi yang terdiri dari cara
pandang, aturan dan norma yang ada pada pendidikan Islam yang selalu berkaitan
dengan akidah, ibadah, syariah, dan akhlak. Dengan demikian dapat dipahami bahwa nilai-nilai pendidikan Islam adalah
ciri khas, sifat yang melekat yang terdiri dari aturan dan cara pandang yang
dianut oleh agam Islam.
3
B. Nilai-nilai dalam Pendidikan Islam
Dunia pendidikan akhir-akhir ini
tidak terlepas dari kemajuan di berbagai bidang, baik sains, teknologi,
komunikasi maupun bidang lainnya. Kemajuan-kemajuan tersebut tidak semuanya
memberikan nilai manfaat pada generasi muda, namun tentu saja banyak sisi
negatif yang diakibatkan oleh seiring dengan kemajuan zaman. Kalau setiap orang
tidak waspada terhadap ekses negatif kemajuan zaman, maka secara langsung
kemajuan zaman itu berpengaruh juga terhadap nilai-nilai, adat budaya, maupun
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
S. Trimo dalam Chalijah Hasan mengatakan:
“Kemajuan dan perkembangan teknologi yang telah berhasil membuat dunia semakin
kecil, membawa pengaruh yang besar pada norma-norma dan system nilai
masyarakat, perilaku manusia organisasi, struktur keluarga, mobilitas
masyarakat, kebijakan pemerintah, dan sebagainya”. Mencermati beberapa
gejala-gejala yang terjadi pada akhir-akhir ini maka tugas guru sebagai
pendidik adalah menanamkan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam kepada anak
dengan kokoh agar nilai-nilai yang diajarkan kepadanya menjadi sebuah keyakinan
yang dapat membentengi diri dari berbagai ekses-ekses
negatif. Ada tiga tanggung jawab guru dalam menanamkan nilai-nilai
Islam.
1.
Nilai Aqidah
Kata aqidah berasal dari Bahasa Arab, yaitu
aqada-yakidu, aqdan yang artinya mengumpulkan atau mengokohkan. Dari kata
tersebut dibentuk kata Aqidah. Kemudian Endang Syafruddin Anshari mengemukakan
aqidah ialah keyakinan hidup dalam arti khas yaitu pengikraran yang bertolak
dari hati. Pendapat
Syafruddin tersebut sejalan dengan pendapat Nasaruddin Razak yaitu dalam Islam
aqidah adalah iman atau keyakinan. Aqidah adalah sesuatu yang perlu dipercayai
terlebih dahulu sebelum yang lainnya. Kepercayaan tersebut hendaklah bulat dan
penuh, tidak tercampur dengan syak, ragu dan kesamaran.
4
Dalam
pembinana nilai-nilai aqidah ini memiliki pengaruh yang luar biasa pada
kepribadian anak, pribadi anak tidak akan didapatkan selain dari orang tuanya. Pembinaan
tidak dapat diwakili dengan sistim pendidikan yang matang. Jadi aqidah
adalah sebuah konsep yang mengimani manusia seluruh perbuatan dan prilakunya
dan bersumber pada konsepsi tersebut. Aqidah islam dijabarkan melalui rukun
iman dan berbagai cabangnya seperti tauhid ulluhiyah atau penjauhan diri dari
perbuatan syirik, aqidah islam berkaitan pada keimanan. Anak pada usia 6 sampai
12 tahun harus mendapatkan pembinaan aqidah yang kuat, sebab apabila anak telah
dewasa mereka tidak terombang-ambing oleh lingkungan mereka. Penanaman aqidah
yang mantappada diri anak akan membawa anak kepada pribadi yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah Swt.
Abdurrahman An-Nahlawi mengungkapkan bahwa
“keimanan merupakan landasan aqidah yang dijadikan sebagai guru, ulama untuk
membangun pendidikan agama islam”. Masa terpenting dalam pembinaan aqidah
anak adalah masa kanak-kanak dimana pada usia ini mereka memiliki beberapa
kelebihan yang tidak dimiliki pada masa sesudahnya, guru memiliki peluang yang
sangat besar dalam membentuk, membimbing dan membina anak, apapun yang
diberikan dan ditanamkan dalam jiwa anak akan bisa tumbuh dengan subur,
sehingga membuahkan hasil yang bermanfaat bagi orang tua kelak
2.
Nilai Ibadah
Ibadah adalah suatu wujud perbuatan yang
dilandasi rasa pengabdian kepada Allah Swt. Ibadah juga merupakan kewajiban
agama Islam yang tidak bisa dipisahkan dari aspek keimananKeimanan merupakan
pundamen, sedangkan ibadah merupakan manisfestasi dari keimanan
tersebut. Menurut Nurcholis Madjid:
Dari sudut kebahasaan, “ibadat” (Arab:
‘ibadah, mufrad; ibadat, jamak) berarti pengabdian (seakar dengan kata
Arab ‘abd yang berarti hamba atau budak), yakni pengabdian
(dari kata “abdi”, abd) atau penghambaan diri kepada Allah Swt, Tuhan yang maha
Esa. Karena itu dalam pengertiannya yang lebih luas, ibadat mencakup
keseluruhan kegiatan manusia dalam hidup di dunia ini, termasuk
kegiatan “duniawi” sehari-hari, jika kegiatan itu dilakukan
dengan sikap batin serta niat pengabdian dan penghambaan diri kepada Tuhan,
yakni sebagai tindakan bermoral.
3.
Nilai Pendidikan Akhlak
Pendidikan Akhlak adalah bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari pendidikan agama, karena yang baik menurut akhlak ,
baikpula menurut agama, dan yang buruk menurut ajaran agama buruk juga menurut
akhlak. Akhlak merupakan realisasi dari keimanan yang dimiliki oleh seseorang.
5
Akhlak
berasal dari bahasa arab jama’ dari khuluqun, yang secara bahasa berarti: budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.]Dari
pengertian ini dapat dipahami bahwa akhlak berhubungan dengan aktivitas manusia
dalam hubungan dengan dirinya dan orang lain serta lingkungan sekitarnya. Ahmad
Amin merumuskan “akhlak ialah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada yang
lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat”.
Dengan demikian akhlak menurut Ahmad Amin
adalah deskripsi baik, buruk sebagai opsi bagi manusia untuk melakukan sesuatu
yang harus dilakukannya. Akhlak merupakan suatu sifat mental manusia
dimana hubungan dengan Allah Swt dan dengan sesama manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Baik atau buruk akhlak disekolah tergantung pada pendidikan yang
diberikan oleh gurunya.
Secara umum ahlak dapat dibagi kepada tiga
ruang lingkup yaitu akhlak kepada Allah Swt, Akhlak kepada manusia dan akhlak
kepada lingkungan.
a.
Akhlak kepada Allah Swt
Akhlak kepada Allah Swt dapat
diartikan sebagai sikap atau perbuatan taat yang seharusnya
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhan sebagai khalik. Karena pada
dasarnya manusia hidup mempunyai beberapa kewajiban makhluk kepada khalik
b.
Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia sebagai makhÙ…uk sosial tidak bisa hidup sendiri tampa bantuan
manusia lain, orang kaya membutuhkan pertolongan orang miskin begitu juga
sebaliknya, bagaimana pun tingginya pangkat seseorang sudah pasti membutuhkan
rakyat jelata begitu juga dengan ratyat jelata, hidupnya akan terkatung-katung
jika tidak ada orang yang tinggi ilmunya akan menjadi pemimpin.
Adanya saling membutuhkan ini
menyebabkan manusia sering mengadakan hubungan satu sama lain, jalinan hubungan
ini sudah tentu mempunyai pengaruh dalam kehidupan bermasyarakat. Maka dari
itu, setiap orang seharusnya melakukan perbuatan dengan baik dan wajar,
seperti: tidak masuk kerumah orang lain tampa izin, mengeluarkan ucapan baik
dan benar, jangan mengucilkan orang lain, jangan berprasangka buruk, jangan
memanggil dengan sebutan yang buruk.
6
c.
Akhlak terhadap lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu
yang ada disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda
yang tak bernyawa. Manusia sebagai khalifah dipermukaan bumi ini menuntut
adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam yang
mengandung pemeliharaan dan bimbingan agar setiap maklhuk mencapai tujuan
penciptaanya. Sehingga manusia mampu bertangung jawab dan tidak melakukan
kerusakan terhadap lingkungannya serta terbiasa melakukan yang baik, indah,
mulia, terpuji untuk menghidari hal-hal yang tercela. Dengan demikian
terciptalah masyarakat yang aman dan sejahtera.
Pada dasarnya faktor bimbingan
pendidikan agama terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua di rumah dan guru
disekolah akan dapat berpengaruh terhadap pembentukan akidah, ibadah, dan
akhlak siswa yang baik.
7
BAB III
HASIL ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
DALAM NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA:
PERJALANAN MENAPAK JEJAK ISLAM DI EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS
DAN
RANGGA ALMAHENDRA
A.
Identitas Novel
|
Judul |
99 Cahaya di Langit Eropa:
Perjalanan Menapak Jejak
Islam di Eropa |
|
Penulis |
Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra |
|
Penerbit |
PT Gramedia Pustaka
Utama |
|
Kota Terbit |
Jakarta |
|
Tahun Terbit |
2013 |
|
Jumlah Halaman |
430 Halaman |
|
Genre |
Motivasi-Religi |
|
Jenis Novel |
Non-fiksi |
|
Latar Novel |
Wina, Cordoba dan
Granada, Paris, Istanbul |
|
ISBN |
978-602-03-0052-8 |
B. Sinopsis Novel
8
Novel 99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa merupakan novel yang menceritakan perjalanan seorang warga Negara Indonesia
bernama Rangga Almahendra yang mendapatkan beasiswa
studi doktoral di Wina, Austria. Empat bulan
setelah kedatangan Rangga di Wina isterinya Hanum Salsabiela menyusul untuk menemani suaminya
menyelesaikan studi. Agar tidak jenuh
dengan rutinitas yang membosankan Hanum mengikuti kursus bahasa Jerman di sebuah lembaga
yang diselenggarakan oleh pemerintah
Austria. Disanalah Hanum bertemu seorang muslimah yang juga pendatang berkebangsaan Turki. Muslimah anggun nan cantik
tersebut bernama Fatma Pasha. Fatma Pasha merupakan
seorang muslimah sejati yang menjujung
tinggi ajaran agama Islam dan mengamalkan apa yang Allah wajibkan dengan sepenuh hati. Dia mengajarkan cara menjadi agen muslim yang baik pada Hanum, dan menjelaskan bahwa jihad dalam Islam tidak hanya sekedar
menggunakan pedang untuk berperang,
namun cara yang jauh lebih baik ialah dengan kalam atau ilmu pengetahuan.
Fatma
Pasha mengajarkan Hanum cara membalas perbuatan buruk orang-orang non muslim terhadap para muslim, yakni dengan
menebar kebaikan dan bukan
membalasnya dengan keburukan pula. Fatma pun
menjelaskan arti jihad dengan cara lain pada Hanum yang dapat membuat orang tak takut dengan Islam dan
justru menyanjung Islam sebagai agama
yang Indah. Jihad yang dilakukan oleh Fatma berbeda dengan jihad yang dilakukan saudara-saudara seiman dibelahan
bumi yang lain. Mereka menjalankan
jihad dengan menghunus pedang tajam pada siapapun
yang mereka anggap kafir, meledakkan bom di tempat-tempat yang mereka nilai tak
sesuai syari‟at Islam, serta hal-hal lain yang justru memperburuk penilaian orang di
luar yang tak tahu nilai Islam
sebenarnya, bahwa Islam ialah agama rahmatan
lil „alamin. Fatma mengajarkan pada Hanum bahwa Islam penuh dengan kesopanan
dan kesantunan, serta
senyuman yang menenangkan.
Berdasarkan
pengalaman Hanum di Eropa, ia menyimpulkan bahwa kondisi umat muslim saat ini sudah jauh dari akar yang membuat
peradaban Islam terang
benderang seribu tahun lalu, karena
kondisi umat
saat ini yang menyalahartikan “jihad” sebagai perjuangan dengan pedang, bukan dengan perantara kalam (pengetahuan
dan teknologi). Islam pernah bersinar
sebagai peradaban paling maju di dunia, ketika
dakwah bisa bersatu
dengan pengetahuan dan kedamaian, bukan dengan
teror atau kekerasan. Berdasarkan pengamatan Hanum, bahwa kebudayaan dan teknologi selalu berjalan
berdampingan, saling mengisi, menentukan
masa depan suatu bangsa. Dalam al-Qur‟an disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar manusia
bisa saling mengenal,
berta‟aruf, saling belajar
dari bangsa-bangsa lain, untuk menaikkan derajat di sisi Allah swt.
9
Setiap karya tulis, baik ilmiah maupun
non ilmiah, buku maupun novel, dan
yang lainnya pastilah memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penulisannya. Dari resensi sederhana
di atas, peneliti
menemukan beberapa kelebihan dan kelemahan novel 99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak
Jejak Islam di Eropa. Berikut
keterangan kelebihan dan kelemahan novel tersebut.
Kelebihan
novel: Pengusungan tema yang berkaitan dengan kondisi masyarakat saat ini membuat novel tersebut masuk ke dalam salah
satu daftar novel motivasi yang patut
dibaca. Didukung teknik penulisan yang sederhana
membuat pembaca mudah mencerna maksud yang ingin disampaikan oleh
penulis. Pemilihan kosakata yang ringan dan sering
digunakan, semakin mempermudah pembaca memahami tujuan penulisan novel. Penyertaan peta negara yang berkaitan dengan
alur novel mampu mengajak pembaca
berimajinasi tentang sejarah
kebesaran Islam di benua Eropa pada jaman dahulu.
Kekurangan novel: Informasi mengenai
tokoh-tokoh pendukung dalam novel kurang diulas lebih dalam.
Penggambaran karakter dan identitas lengkap
para tokoh kurang diulas lebih detail, sehingga
pembaca tidak dapat membayangkan lebih jauh mengenai sosok yang turut berperan
dalam novel tersebut
C.
Nilai-nilai Pendidikan Islam yang ditemukan
|
No. |
Isi Novel |
Keterangan |
Nilai Pendidikan Islam |
|
1. |
“Tak ada gunanya berdebat sengit menjelaskan shalat adalah kewajiban personal, konsep dosa pahala, dan lain segalanya.” (Hlm. 209) |
Walau dalam keadaan terhimpit
sekalipun, kita sebagai umat muslim haruslah tetap menjaga ajaran-ajaran dalam agama Islam,
dengan melaksanakan semua perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya. |
(Nilai Akidah) Melakukan ibadah hanya kepada
Allah swt. semata. |
10
|
2. |
“Manusia terlalu ingin terlihat mulia dan setia di hadapan Tuhan dengan membela mati-matian apa yang dianggap benar di mata Tuhan. Padahal, belum tentu Tuhan berkenan.” (Hlm. 275) |
Sudah seharusnya manusia melakukan
segala sesuatu dengan tujuan
semata-mata untuk beribadah kepada
Allah swt. Bukan karena tujuan yang lain. Namun perlu diperhatikan pula mengenai ridha
Allah terhadap apa yang kita
lakukan. |
(Nilai Akidah) Melakukan ibadah hanya kepada
Allah swt. semata. |
||
|
3. |
“Janji Allah agar hambanya ikhlas berderma, bersedekah,
berzakat, atau apa pun istilahnya,
niscaya akan bertambah kaya. (Hlm. 59) |
Allah swt. adalah
dzat yang Maha Segalanya. Allah telah berjanji dalam al-Qur‟an surat
Ibrahim ayat 7 bahwa barang siapa
bersyukur atas nikmat yang telah
Allah berikan, niscaya Dia akan
menambah nikmatnya. |
(Nilai Akidah) Meyakini bahwa Allah swt.
adalah Maha Segalanya. Dia Maha Menepati Janji dan Maha Pemberi Rizki. |
||
|
4. |
“Arti Kufic ini kurang lebih „ilmu pengetahuan itu pahit pada awalnya, tetapi manis melebihi madu pada akhirnya. (Hlm. 155) |
Kalimat tersebut tercantum dalam
novel ketika Marion Latimer
melakukan perjalanan menikmati
sejarah peradaban Islam di Paris,
Perancis bersama Hanum. Marion dan Hanum menemukan sebuah keramik
yang pada permukaannya tertulis sebuah Kufic Arab yang artinya ilmu pengetahuan
itu pahit pada awalnya, tetapi
manis melebihi madu pada akhirnya. Kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa manusia harus lah memiliki sifat ikhlas, sabar,
dan tawakal dalam menjalani
11 |
(Nilai Akidah) Meyakini bahwa Allah swt.
adalah Maha Segalanya. Dia Maha Menepati Janji dan Maha Pemberi Rizki. |
||
|
|
|
menunut ilmu. Karena hal yang berat namun baik bila dilakukan dengan sabar
dan ikhlas akan membuahkan hasil yang indah dan memuaskan pada akhirnya. |
|
||
|
5. |
“Sejauh-jauhnya
orang terhadap agama, pada akhirnya dia tak akan sanggup menjauhkan Tuhan dari
hatinya. Meski pikiran dan mulutnya bisa mengingkari-Nya, ruh dan sanubari
manusia tidak akan pernah sanggup berbohong. (Hlm.
137) |
Setiap manusia memiliki fitrah didalam dirinya untuk beragama.
Sejauh-jauhnya manusia kepada Tuhan, namun tetap di dalam hatinya ia butuh
Tuhan untuk menenangkan dirinya. |
(Nilai
Akidah) Meyakini
bahwa Allah swt. adalah Sang Maha Pencipta segala makhluk di dunia. |
||
|
6. |
“Karena
sultan-sultan sangat religius. Bahkan gambar atau lukisan mereka pun tak
boleh dipasang dalam kamar. Mereka mempunyai sugesti, dengan menghiasi
kamar-kamar mereka dengan kalimat-kalimat
Qur‟ani, setiap mereka membuka mata pada pagi hari, lalu menutup mata pada
malam hari, mereka selalu ingat kepada Allah. Senantiasa berdzikir kepada Tuhan. Itulah
kepercayaan mereka.” (Hlm.
352) |
12 |
(Nilai
Akidah) Dzikir
dan fikir tentang Allah dan segala bentuk kebesaran-Nya. |
||
|
7. |
“Percaya
atau tidak, sugesti atau bukan, jika aku sudah berkeluh kesah dengan Tuhan di
masjid, rasanya pikiran ini segar dan enteng kembali. (Hlm. 71) |
Hal tersebut biasa dilakukan oleh Hanum ketika dia merasa jenuh dan
lelah dengan segala aktifitas yang melelahkan. Sudah seharusnya manusia kembali kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya dalam kondisi apa pun, baik suka maupun duka. Karena seyogyanya hanya
Dialah yang tahu segalanya tentang kita. |
(Nilai
Ibadah) Menjalin
hubungan utuh dan langsung dengan ketaatan, kepatuhan, dan penyerahan diri kepada
Allah swt. |
||
|
8. |
“Puasa
itu melatih kita jujur terhadap diri sendiri. Aku ingin puasaku hanya dinilai
oleh Tuhanku, karena memang aku melakukannya untuk-Nya. (Hlm. 214) |
Melakukan segala bentuk peribadatan dengan tujuan untuk mendapat ridha
Allah swt. Bukan untuk tujuan yang lain, apalagi untuk mendapatkan
penghargaan dari manusia. |
(Nilai
Ibadah) Melaksanakan
ibadah mahdhoh (salat fardlu, puasa, zakat, haji, dan lain-lain) |
||
|
9. |
“Berdekatan
dengan Fatma menimbulkan rasa, seharusnya aku bisa lebih memaknai agamaku, ajaran-ajarannya,
filosofinya, sejarahnya, dan lain sebagainya. Fatma membukakan mata bahwa lima
pilar inti ajaran Islam juga
harus tersuguh dengan akhlaqul karimah dalam kehidupan sehari-hari, bukan
hanya dimaknai sebagai tata cara ibadah.” (Hlm. 63) |
Selain melaksanakan ibadah mahdhoh (hablumminallah) yakni hubungan
antara makhluk dengan Sang Pencipta, manusia juga harus melaksanakan ibadah
ghoiru mahdhoh (hablumminannaas), yakni hubungan antara manusia dengan manusia
yang lain.
13 |
(Nilai
Ibadah) Melaksanakan
ibadah ghoiru mahdhoh (menunut ilmu, berdzikir, bersilaturahmi, saling tolong
menolong, dan lain-lain). |
||
|
10. |
“Konsep
ikhlas memberi dan menerima. Take and give. Natalie
Deewan percaya bahwa sisi terindah dari manusia yang sesungguhnya adalah kedermawanan.”
(Hlm. 58) |
Berbuat baik kepada sesama banyak sekali caranya. Salah
satu yang dapat dilakukan adalah dengan ikhlas memberi, seperti yang dilakukan
Deewan. Seorang pengusaha dibidang kuliner yang ikhlas memberi lebih kepada para
pelanggannya karena yakin bahwa Allah akan membalasnya dengan yang jauh lebih baik. |
(Nilai
Ibadah) Melaksanakan ibadah ghoiru mahdhoh, diantaranya menunut ilmu,
bersilaturahim, saling tolong menolong, dan lain-lain‟. |
||
|
11. |
“Dan
ini adalah ajaran Islam yang sangat mendasar. Berderma dan berzakat membersihkan
diri sepanjang waktu.” (Hlm. 59) |
Berderma dan berzakat, merupakan salah satu ajaran yang
Allah perintahkan pada kita umat muslim agar kita mampu memiliki sifat ikhlas
memberi dan berbagi kepada sesama. |
(Nilai
Ibadah) Melaksanakan
ibadah mahdhoh, diantaranya salat fardhu, puasa, zakat, dan haji. |
||
|
12. |
“Spirit
Fatma untuk mensyiarkan Islam memang tak pernah padam. Dengan cara elegan dan
luar biasa dia berusaha berdakwah dengan perilaku, bahasa, dan tata cara berpakaiannya.
(Hlm. 88) |
Dakwah yang dilakukan Fatma melalui perilaku yang sopan
dan santun, bahasa yang terjaga, dan tata cara berpakaian yang menggambarkan
muslimah yang taat adalah cara yang dia lakukan untuk mendapat ridha Allah swt. |
(Nilai
Akhlak Kepada Allah) Mengharapkan
dan berusaha memperoleh keridhaan-Nya. |
||
|
13. |
“Senyumlah.
Memberi senyum adalah sedekah. Senyum
adalah semudah-mudahnya
ibadah. Sebuah hadis qudsi dari Nabi Muhammad saw. langsung
terbesit di otakku.” (Hlm.
92) |
`14 |
(Akhlak
kepada sesama manusia-Kepada
Rasulullah) Mencintai
Rasulullah secara tulus dengan mengikuti sunnah-sunnahnya. |
||
|
14. |
“Selain
menebar senyum ikhlas, Latife juga tidak pernah berbohong pada pelanggannya.
Jika ada barang yang tidak segar atau hampir melewati tanggal
kadaluwarsa, dia tidak segan untuk mengatakannya pada pelanggan. (Hlm. 92) |
Kita sebagai umat Nabi Muhammad saw. sudah seharusnya
mengikuti sunah-sunah beliau. Salah satu dari banyak sunah yang beliau wariskan
adalah menjadi pedagang yang jujur. |
(Akhlak
kepada sesama manusia-Kepada
Rasulullah) Menjadikan
Rasulullah sebagai suri
tauladan hidup dalam kehidupan. |
||
|
15. |
“Emosi
dan perasaan tersinggung terkadang terlalu kelam dalam diri, menutupi cara
berfikir untuk “membalas dendam” dengan cara luar biasa elok, elegan, dan
jauh lebih berwibawa daripada sekedar membalas dengan perkataan atau sikap antipati.”
(Hlm. 46) |
Manusia haruslah menjaga kehormatan dirinya dengan tidak
melakukan perbuatan keji, dan mampu menahan diri atas perbuatan buruk yang
orang lakukan terhadap kita. Fatma mengajarkan pada kita agar mampu membalas keburukan
orang dengan perbuatan yang jauh lebih baik. |
(Akhlak
Kepada Diri Sendiri) Menjaga
diri dan jiwa agar tidak terhempas di lembah kehinaan dan berusaha
mempertahankan dan meningkatkan kehormatan pribadi. |
||
|
16. |
“Kekuatan
ide dan pesan perdamaianlah yang membuat Islam bersinar. Bukan kekuatan
pedang tajam. Aku teringat kakek buyut Fatma, Kara Mustafa Pasha. Aku
membayangkan bagaimana dia meneriakkan Allahu Akbar dengan mengacungkan pedang. Mungkin
dia menang cepat. Tapi kemenangan itu hanya sesaat.”
(Hlm. 157) |
Kekerasan bukan satu-satunya cara yang bisa
dilakukan untuk melaksanakan jihad fii sabiilillaah.. Sebaliknya, sebuah
kelembutan dan kasih sayang justru akan bertahan jauh lebih lama di hati manusia
dari yang kita bayangkan. |
(Akhlak
Kepada Diri Sendiri) Menjaga
diri dari jiwa agar tidak terhempas di lembah kehinaan dan berusaha
mempertahankan dan meningkatkan kehormatan pribadi. |
||
|
17. |
“Misi
kita adalah menjadi agen Islam yang damai, teduh, indah, yang membawa keberkahan
di komunitas nonmuslim.” (Hlm. 47) |
15 |
(Akhlak
Kepada Diri Sendiri) Berusaha
dan berlatih agar mempunyai sifat-sifat terpuji seperti: ikhlas, menepati
janji, |
||
|
|
|
|
ramah,
sabar, rendah hati, jujur, sederhana, pemaaf, dan lain-lain. |
||
|
18. |
“……
aku tak harus mengumbar nafsu dan emosiku jika ada hal yang tak berkenan di
hatiku.” (Hlm. 47) |
Salah satu teks pada novel yang menggambarkan bahwa manusia
haruslah berusaha untuk menjaga dirinya dari perbuatan dengki, hasud, dan nafsu
yang lain agar tidak terjerumus ke dalam lembah yang hina. |
(Akhlak
Kepada Diri Sendiri) Berupaya
dan berlatih meninggalkan sifat-sifat tercela seperti: dusta, khianat,
dengki, menipu, mencuri, mengadu
domba, dan lain-lain. |
||
|
19. |
“Aku
begitu yakin, Islam yang awet, yang abadi dalam diri setiap orang, adalah Islam
yang datang dengan jalan damai. Aku tiba-tiba teringat bahwa Islam disebarkan
dengan cara indah di Indonesia tanpa ada paksaan atau pertumpahan darah.”
(Hlm. 303) |
Jikalau Islam dijalankan dengan penuh kebaikan, kelembutan,
dan kasih sayang serta dengan menghargai budaya-budaya dan norma-norma yang berlaku, dan jauh dari paksaan juga
kekerasan, niscaya ajaran Islam akan lebih kekal dan dijalankan dengan ikhlas. |
(Akhlak
Kepada Tetangga dan Masyarakat) Menghormati
nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. |
||
|
20. |
“Aku
yakin, sebagian besar manusia yang berpindah agama untuk memeluk Islam bukanlah
mereka yang terpengaruh debat atau diskusi antaragama. Bukan karena terpaksa
karena menikah dengan pasangan. Bukan karena mereka mendengarkan ceramah agama
Islam yang berat dan |
Begitu banyak cara sederhana yang dapat kita lakukan
agar dapat menjadi muslim yang baik. Hikmah memiliki sikap saling hormat menghormati
kepada sesama, saling memberi, mudah memaafkan kesalahan orang lain ialah dengan
munculnya balasan yang jauh lebih baik dari apa yang kita lakukan. |
(Akhlak
Kepada Tetangga dan Masyarakat) Saling
hormat menghormati. |
16
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Dalam novel 99
Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa terdapat kalimat-kalimat yang menggambarkan nilai-nilai pendidikan
Islam, diantaranya 1) Akidah seperti meyakini bahwa Allah swt. adalah Sang Maha Pencipta segala makhluk
di dunia dan meyakini bahwa Allah
swt. adalah Maha Segalanya, 2) Ibadah baik ibadah khusus seperti sholat,
zakat, puasa, dan haji maupun ibadah umum seperti berdzikir, bersilaturahmi, saling tolong menolong, dan 3) Akhlak yakni
akhlak kepada Allah swt., sesama manusia
(kepada Rasulullah saw., kedua orang tua, keluarga,
tetangga dan masyarakat), dan terhadap alam dan lingkungan (memelihara lingkungan dan sayang
terhadap sesama makhluk di bumi).
B.
Saran
Peneliti
menyadari dirinya sebagai civitas akademika dan calon pengajar di Inonesia sudah seharusnya ikut memberikan
saran sebagai sumbangsih dalam meningkatkan mutu pendidikan kedepan.
Saran yang peneliti berikan
ialah sebagai berikut:
1.
Novel
99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan
Menapak Jejak Islam di Eropa dapat
menjadi tambahan koleksi
untuk sumber pustaka
di perpustakaan sekolah.
Selain itu novel tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber dan media pembelajaran di kelas.
2.
Penelitian ini merupakan bagian
kecil yang peneliti
berikan sebagai masukan
dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam di Indonesia. Peneliti berharap agar peneliti selanjutnya dapat memperbarui dan mengupgrade
hasil temuan yang sesuai dengan bidangnya demi memajukan pendidikan kedepan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an Tafsir Per Kata dan Terjemahannya. 2011, (Banten: Kalim)
Rais, Hanum
Salsabiela dan Rangga Almahendra. 2013. 99
Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan
Menapak Jejak Islam di Eropa (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama)
Syafaat, Aat. 2008. Peranan Pendidikan Agama Islam: Dalam Mencegah Kenakalan
Remaja (Juvenile Delinquency), (Jakarta: RajaGrafindo Persada)
18

Komentar
Posting Komentar