INDONESIA MASA DEMOKRASI LIBERAL (1950-1959)
Pelaksanaan
demokrasi liberal sesuai dengan konstitusi yang berlaku saat itu, yakni Undang
Undang Dasar Sementara 1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak
dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal
3 November 1945, tetapi kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau
parlementer yang meniru sistem Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di
Indonesia. Tahun 1950 sampai 1959 merupakan masa berkiprahnya parta-partai politik.
Dua partai terkuat pada masa itu (PNI & Masyumi) silih berganti memimpin
kabinet. Sering bergantinya kabinet sering menimbulkan ketidakstabilan dalam
bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan. Ciri-ciri demokrasi liberal
adalah sebagai berikut :
1.
Presiden dan
Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat
2.
Menteri
bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah
3.
Presiden bisa
dan berhak berhak membubarkan DPR
4.
Perdana Menteri
diangkat oleh Presiden
A. KABINET MASA
DEMOKRASI LIBERAL
a. KABINET
NATSIR (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Merupakan
kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Dipimpin Oleh :
Muhammad Natsir
Program
:
1.
Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
2.
Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3.
Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4.
Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5.
Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Hasil
:
Berlangsung
perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah
Irian Barat.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
–
Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu
(kegagalan).
–
Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh
wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA,
Gerakan RMS.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Adanya mosi
tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD
dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD
terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir
harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
b. KABINET
SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)
Merupakan
kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
Dipimpin Oleh: Sukiman Wiryosanjoyo
Program
:
1.
Menjamin
keamanan dan ketentraman
2.
Mengusahakan
kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan
kepentingan petani.
3.
Mempercepat
persiapan pemilihan umum.
4.
Menjalankan
politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam
wilayah RI secepatnya.
Hasil
:
Tidak terlalu
berarti sebab programnya melanjtkan program Natsir hanya saja terjadi perubahan
skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program
Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk
menjamin keamanan dan ketentraman
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
·
Adanya Pertukaran
Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta
Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan
militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual
Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik
luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika.
Tindakan
Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang
bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan
Indonesia ke dalam blok barat.
·
Adanya krisis
moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga
pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
·
Masalah Irian
barat belum juga teratasi.
·
Hubungan
Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan
pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi
Selatan.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Muncul
pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik
dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa
Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
c. KABINET
WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Kabinet ini
merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang
ahli dalam biangnya.
Dipimpin Oleh : Mr. Wilopo
Program :
1.
Program dalam
negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum
(konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan
pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
2.
Program luar
negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian
Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang
bebas-aktif.
Hasil : –
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
·
Adanya kondisi
krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport
Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
·
Terjadi defisit
kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah
terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk
mengimport beras.
·
Munculnya
gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa.
Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat
ke daerah yang tidak seimbang.
·
Terjadi peristiwa
17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai
alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab
dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan
munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan
KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia
mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang
dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam
parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan
kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.
Keadaan ini
menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya
parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan
menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.
Muncullah mosi
tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang
dan mengecam kebijakan KSAD.
Inti peristiwa
ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar
membubarkan kabinet.
·
Munculnya peristiwa
Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing
untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah
perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah
digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada
tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar
Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para
petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi
bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh.
Intinya
peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian
dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli).
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Akibat
peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani
Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan
mandatnya pada presiden.
d. KABINET ALI
SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet ini
merupakan koalisi antara PNI dan NU.
Dipimpin Oleh : Mr. Ali Sastroamijoyo
Program
:
1.
Meningkatkan
keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
2.
Pembebasan
Irian Barat secepatnya.
3.
Pelaksanaan
politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4.
Penyelesaian
Pertikaian politik
Hasil
:
·
Persiapan
Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29
September 1955.
·
Menyelenggarakan
Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Kendala/
Masalah yang dihadapi
:
·
Menghadapi
masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII
di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
·
Terjadi peristiwa
27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh
TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober
1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti dan
disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan menunjuk Kolonel
Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru tersebut karena proses
pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di
lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955
tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta.
Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD baru.
·
Keadaan ekonomi
yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala
membahayakan.
·
Memudarnya
kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
·
Munculnya
konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik
kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai
lainnya.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Nu menarik
dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah
yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
e. KABINET
BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Dipimpin
Oleh : Burhanuddin
Harahap
Program
:
1.
Mengembalikan
kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan
masyarakat kepada pemerintah.
2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah
ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4. Perjuangan pengembalian Irian Barat
5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar
negeri bebas aktif.
Hasil
:
·
Penyelenggaraan
pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan
15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang
mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai
politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
·
Perjuangan
Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni
Indonesia-Belanda.
·
Pemberantasan
korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi
militer.
·
Terbinanya
hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
·
Menyelesaikan
masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai
Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
Banyaknya
mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Dengan
berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu
tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun
jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen
yang baru pula.
f. KABINET ALI
SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Kabinet ini
merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin Oleh : Ali Sastroamijoyo
Program
:
Program kabinet
ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka
panjang, sebagai berikut.
1.
Perjuangan
pengembalian Irian Barat
2.
Pembentukan
daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
3.
Mengusahakan
perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4.
Menyehatkan
perimbangan keuangan negara.
5.
Mewujudkan
perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan
rakyat.
Selain itu
program pokoknya adalah,
·
Pembatalan KMB,
·
Pemulihan
keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar
negeri bebas aktif,
·
Melaksanakan
keputusan KAA.
Hasil
:
Mendapat
dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning
and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
·
Berkobarnya
semangat anti Cina di masyarakat.
·
Muncul pergolakan/kekacauan
di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme
dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah,
Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan Lambung
Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
·
Memuncaknya
krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan
pembangunan di daerahnya.
·
Pembatalan KMB
oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha
Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada
orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan
yang dapat melindungi pengusaha nasional.
·
Timbulnya
perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo
menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa
mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Mundurnya
sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan
menyerahkan mandatnya pada presiden.
g. KABINET
DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini
merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang
ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun
Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan
antara partai politik.
Dipimpin Oleh : Ir. Juanda
Program
:
Programnya
disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet
Karya, programnya yaitu :
·
Membentuk Dewan
Nasional
·
Normalisasi
keadaan Republik Indonesia
·
Melancarkan
pelaksanaan Pembatalan KMB
·
Perjuangan
pengembalian Irian Jaya
·
Mempergiat/mempercepat
proses Pembangunan
Semua itu
dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan
pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat
buruk.
Hasil
:
·
Mengatur
kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda,
yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi
ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan
daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
·
Terbentuknya Dewan
Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan pertumbuhan
kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai
titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
·
Mengadakan Musyawarah
Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah
ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan
perang, dan pembagian wilayah RI.
·
Diadakan
Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri
tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
–
Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin
meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat.
Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
–
Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah
sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
–
Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap
Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah
tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini
menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet :
Berakhir saat
presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak
baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
B. KEADAAN
EKONOMI INDONESIA MASA LIBERAL
Meskipun
Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk.
Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai
dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor yang
menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
1.
Setelah
pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa
Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan
dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah
dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
2.
Defisit yang
harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
3.
3.
Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu
pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu
berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
4.
Politik
keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang
oleh Belanda.
5.
Pemerintah
Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi
kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
6.
Belum memiliki
pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan
dana yang diperlukan secara memadai.
7.
Situasi
keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya
pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
8.
Tidak stabilnya
situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk
operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
9.
Kabinet terlalu
sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan
tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
Masalah jangka
pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :
1.
Mengurangi jumlah uang yang beredar
2.
Mengatasi Kenaikan biaya hidup.
Sementara
masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :
1.
Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.
C. KEBIJAKAN
PEMERINTAH UNTUK MENGATASI MASALAH EKONOMI MASA LIBERAL
Kehidupan
ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan
yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi
ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Gunting
Syafruddin
Kebijakan ini
adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua
uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.
Kebijakan ini
dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan
RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri
Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950
Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1
Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki
uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan
kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat
kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200
juta.
2. Sistem
Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi
Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah
struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir
yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri perdagangan). Program
ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi
nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya :
Menumbuhkan
kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
Para pengusaha
Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi
dalam pembangunan ekonomi nasional.
Para pengusaha
Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
Para pengusaha
pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro
ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai
pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700
perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi
tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan
pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
1.
Para pengusaha
pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem
ekonomi liberal.
2.
Para pengusaha
pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
3.
Para pengusaha
pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
4.
Para pengusaha
kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
5.
Para pengusaha
ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
6.
Para pengusaha
menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit
yang mereka peroleh.
Dampaknya
program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran
Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun
sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono
memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari
golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai
produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
3.
Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring
meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia
melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya
terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus dikonsultasikan pada
pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan
ekonomi dan moneter.
Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan
biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis.
Perubahan
mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai
bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951
berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
4. Sistem
Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi
Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet
Ali I). Tujuan dari program ini adalah
·
Untuk memajukan
pengusaha pribumi.
·
Agar para
pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
·
Pertumbuhan dan
perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional.
·
Memajukan
ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non
pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi
sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi
khususnya Cina.
Pelaksanaan
kebijakan Ali-Baba,
1.
Pengusaha
pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada
tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf.
2.
Pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional
3.
Pemerintah
memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing
yang ada.
Program ini
tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
Pengusaha
pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan
bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih
berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
Indonesia
menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
Pengusaha
pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
5. Persaingan
Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa
Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan
masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini
dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai
kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi :
Persetujuan
Finek hasil KMB dibubarkan.
Hubungan Finek
Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
Hubungan Finek
didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain
antara kedua belah pihak.
Hasilnya
pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil
langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap
melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.
Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan
Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani
undang-undang pembatalan KMB.
Dampaknya :
Banyak
pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum
mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
6. Rencana
Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja
kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti
menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya
kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang
dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet
Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini
merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri
perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun
(RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui
DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah
melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan
12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak
dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
Adanya depresi
ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun
1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
Perjuangan
pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan
Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
Adanya
ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan
kebijakan ekonominya masing-masing.
7. Musyawarah
Nasional Pembangunan
Masa kabinet
Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut
untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan
(Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana
pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk
jangka panjang. Tetapi tetap saja rencana pembangunan tersebut tidak
dapat dilaksanakan dengan baik karena :
1.
Adanya
kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
2.
Terjadi
ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
3.
Timbul
pemberontakan PRRI/Permesta.
4.
Membutuhkan
biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan
defisit Indonesia.
5.
Memuncaknya
ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai
konfrontasi bersenjata.
The Casino Hotel Map & Floor Plans - Mapyro
BalasHapusFind your way around 경주 출장샵 the casino and find where to find the closest casino 안산 출장샵 to 춘천 출장마사지 you. All our mapyro users have been 충청남도 출장마사지 helping me 안성 출장마사지 to find and