BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri
setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan
dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan
instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah
sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era
reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era
reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal
pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan
orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain
dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini
penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini
penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah
hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental
sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi.
hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan
eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati,
melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan
tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik
Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi
manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat
hak asasi manusia, yaitu :
1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli
ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa
memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul
sosial, dan bangsa.
3. HAM tidak bisa dilanggar, tidak
seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang
tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi
atau melanggar HAM.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah HAM ?
2. Apa pengertian HAM ?
3. Bagaimana HAM di Indonesia?
4. Bagaimana UU yang mengatur HAM di Indonesia ?
5. Apa pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia ?
6. Bagaimana upaya penegakkan HAM di Indonesia ?
1.3. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1. Menjelaskan bagaimana sejarah HAM.
2. Menjelaskan pengertian HAM.
3. Menjelaskan HAM di Indonesia.
4. Menjelaskan UU yang mengatur HAM.
5. Menjelaskan pelanggaran HAM yang pernah terjadi di
Indonesia.
6. Menjelaskan upaya penegakkan HAM di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 . SEJARAH HAM
Hak-hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat
kodrati). Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat
mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu dapat
berbuat semau-maunya. Pada hakikatnya Hak Asasi Manusia terdiri atas dua hak
dasar yang paling fundamental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan. Dari
kedua hak dasar inilah lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar
ini, hak asasi manusia lainnya sulit akan ditegakkan.Mengingat begitu
pentingnya proses internalisasi pemahaman Hak Asasi Manusia bagi setiap orang
yang hidup bersama dengan orang lainnya, maka suatu pendekatan historis mulai
dari dikenalnya Hak Asasi Manusia sampai dengan perkembangan saat ini perlu
diketahui oleh setiap orang untuk lebih menegaskan keberadaan hak asasi dirinya
dengan hak asasi orang lain
1. SEJARAH INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Umumnya para pakar Eropa berpendapat
bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di
Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki
kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat
pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai
pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal
hukum lagi dan mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu mulai
dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan harus
mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai
dinyatakan dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab kepada
rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak
berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai
embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai
simbol belaka. Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan
yang lebih konkret, dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689.
Pada masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa manusia sama di
muka hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya
negara hukum dan demokrasi. Bill of rights melahirkan asas persamaan. Para
pejuang HAM dahulu sudah berketatapan bahwa hak persamaan harus diwujudkan
betapapun beratnya resiko yang dihadapi karena hak kebebasan baru dapat
diwujudkan kalau ada hak persamaan. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai
dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham
Roesseau dan Montesqueu. Jadi, walaupun di Perancis sendiri belum dirinci apa
HAM itu, tetapi di Amerika Serikat lebih dahulu mencanangkan secara lebih
rinci. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam oerut
ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orany yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana hak-hak yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula presumption of innocence, artinya orang-orany yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of expression (bebas mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan terhadap hak milik) dan hak-hak dasar lainnya.
2. SEJARAH NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Deklarasi HAM yang dicetuskan di
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948, tidak berlebihan jika
dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia setelah dunia mengalami
malapetaka akibat kekejaman dan keaiban. Perang Dunia II.
Deklarasi HAM sedunia itu mengandung
makna ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun ke dalam (antar
negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya
masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati
dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar
terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat
menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung
pengertian bahwa Deklarasi HAM seduania itu harus senantiasa menjadi kriteria
objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan
yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi
itu sifatnya mengikat. Dengan demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan
dari Deklarasi HAM sedunia si suatu negara anggota PBB bukan semata-mata
menjadi masalah intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga
merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB
lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di
suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM
internasional lainnya unuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi internasional
terhadap pemerintah yang bersangkutan.Adapun hakikat universalitas HAM yang
sesungguhnya, bahwa ke-30 pasal yang termaktub dalam Deklarasi HAM sedunia itu
adalah standar nilai kemanusiaan yang berlaku bagi siapapun, dari kelas sosial
dan latar belakang primordial apa pun serta bertempat tinggal di mana pun di
muka bumi ini. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah dikenal sejak
lama, kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Antara lain dinyatakan
dalam buku Lontarak (Tomatindo di Lagana) bahwa apabila raja berselisih faham
dengan Dewan Adat, maka Raja harus mengalah. Tetapi apabila para Dewam Adat
sendiri berselisih, maka rakyatlah yang memustuskan. Jadi asas-asas HAM yang
telah disorot sekarang, semuanya sudah diterpkan oleh Raja-Raja dahulu, namun
hal ini kurang diperhatikan karena sebagian ahli hukum Indonesia sendiri
agaknya lebih suka mempelajari teori hukum Barat. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa HAM sudah lama lahir di Indonesia, namun dalam
perkembangannya tidak menonjol karena kurang dipublikasikan.Human Rights selalu
terkait dengan hak individu dan hak masyarakat. Ada yang bertanya mengapa tidak
disebut hak dan kewajban asasi. Juga ada yang bertanya mengapa bukan Social
Rights. Bukankan Social Rights mengutamakan masyarakat yang menjadi tujuan ?
Sesungguhnya dalam Human Rights sudah implisit adanya kewajiban yang harus
memperhatikan kepentingan masyarakat. Demikian juga tidak mungkin kita
mengatakan ada hak kalau tanpa kewajiban. Orang yang dihormati haknya
berkewajiban pula menghormati hak orang lain. Jadi saling hormat-menghormati
terhadap masing-masing hak orang. Jadi jelaslah kalau ada hak berarti ada
kewajiban. Contoh : seseorang yang berhak menuntut perbaikan upah, haruslah
terlebih dahulu memenuhi kewajibannya meningkatkan hasil kerjanya. Dengan demikian
tidak perlu dipergunakan istilah Social Rights karena kalau kita menghormati
hak-hak perseorangan (anggota masyarakat), kiranya sudah termasuk pengertian
bahwa dalam memanfaatkan haknya tersebut tidak boleh mengganggu kepentingan
masyarakat. Yang perlu dijaga ialah keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum (kepentingan
masyarakat). Selain itu, perlu dijaga juga keseimbangan antara kebebasan dan
tanggungjawab. Artinya, seseorang memiliki kebebasan bertindak semaunya, tetapi
tidak memperkosa hak-hak orang lain. Ada yang mengatakan bahwa pelaksanaan HAM
di Indonesia harus sesuai dengan latar belakang budaya Indonesia. Artinya,
Universal Declaration of Human Rights kita akui, hanya saja dalam implementasinya
mungkin tidak sama dengan di negara-negara lain khususnya negara Barat yang
latar belakang sejarah dan budayanya berbeda dengan kita. Memang benar bahwa
negara-negara di dunia (tidak terkecualai Indonesia) memiliki kondisi-kondisi
khusus di bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya, yang
bagaimanapun, tentu saja berpengaruh dalam pelaksanaan HAM. Tetapi, tidak
berarti dengan adanya kondisi yang bersifat khusus tersebut, maka
prinsip-prinsip mendasar HAM yang universal itu dapat dikaburkan apalagi
diingkari. Sebab, universalitas HAM tidak identik dengan
"penyeragaman". Sama dalam prinsip-prinsip mendasar, tetapi tidak
mesti seragam dalam pelaksanaan. Disamping itu, apa yang disebut dengan kondisi
bukanlah sesuatu yang bersifat statis. Artinya, suatu kondisi tertentu tidak
dapat dipergunakan sebagai patokan mutlak. Kondisi itu memiliki sifat yang
berubah-ubah, dapat dipengaruhi dan diciptakan dari waktu ke waktu. Oleh karena
itu, masalahnya adalah kembali kepada siapa yang mengkondisikan dan mengapa
diciptakan kondisi seperti itu ?
2.2. PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)
HAM adalah hak-hak dasar yang
melekat pada diri manusia,tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak
sebagai manusia.Menurut John Locke HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung
oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Dalam pasal 1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Ruang lingkup HAM meliputi:
a.
Hak pribadi: hak-hak persamaan hidup, kebebasan,
keamanan, dan lain-lain;
b.
Hak milik pribadi dan kelompok sosial tempat seseorang
berada;
c.
Kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta
dalam pemerintahan; serta
d.
Hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.
Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan
upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi
keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu
juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah
(Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer),dan negara. Berdasarkan
beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang
beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a.
HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi,
HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b.
HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis
kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan
bangsa.
c.
HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai
hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM
walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
2.3. HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
Hak Asasi
Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila, yang artinya Hak
Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila.
Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia
tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan
falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan
berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia,
yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang
dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.Setiap hak
akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak
memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau
kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Negara Republik
Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar
manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia
yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat
kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki
Negara Republik Indonesia,yakni:
a.
Undang – Undang Dasar 1945
b.
Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia
c.
Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak
asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut :
1.
Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang
meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan
bergerak.
2.
Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang
meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta
memanfaatkannya.
3.
Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak
untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam
pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.
4.
Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam
hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality).
5.
Hak – hak asasi
sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih
pendidikan dan hak untukmengembangkan kebudayaan.
6.
Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
(procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan,
penggeledahan, dan peradilan.
Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia
dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan
Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998.
2.4. UU yang mengatur HAM di Indonesia
Undang-Undang
tentang HAM di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Adapun
hak-hak yang ada dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 199 tersebut antara lain
sebagai berikut :
a.
Hak untuk hidup (Pasal 4)
b.
Hak untuk berkeluarga (Pasal 10)
c.
Hak untuk mengembangkan diri (Pasal 11, 12, 13, 14,
15, 16)
d.
Hak untuk memperoleh keadilan (Pasal 17, 18, 19)
e.
Hak atas kebebasan pribadi (Pasal 20-27)
f.
Hak atas rasa aman (Pasal 28-35)
g.
Hak atas kesejahteraan (Pasal 36-42)
h.
Hak turut serta dalam pemerintahan (Pasal 43-44)
i.
Hak wanita (Pasal 45-51)
j.
Hak anak (Pasal 52-66)
2.5. BENTUK-BENTUK PELANGGARAN HAM
Bentuk-bentuk
pelanggaran HAM Pelanggaran yang sering dijumpai dalam masyarakat antara lain :
1.
Deskriminasi adalah pembatasan, pelecehan, dan
pengucilan yang dilakukan langsung atau tidak lengsung yang didasarkan
perbedaan manusia atas Suku, ras, etnis, dan Agama.
2.
Penyiksaan adalah perbuatan yang menimbulkan rasa
sakit atau penderitaan baik jasmani maupun rohani.
Pelanggaran HAM menurut sifatnya terbagi dua yaitu :
1.
Pelanggaran HAM berat yaitu pelanggaran HAM yang
mengancam nyawa manusia.
2.
Pelanggaran HAM ringan yaitu pelanggaran HAM yang
tidak menancam jiwa manusia.
Contoh Pelanggaran HAM di Indonesia
1.
Peristiwa
Tanjung Priok
Peristiwa kerusuhan yang terjadi pada tanggal 12
September 1984 di Tanjung Priok, Jakarta, Indonesia, yang mengakibatkan
sebanyak 24 orang tewas, 36 orang luka berat dan 19 luka ringan. Peristiwa ini
berlangsung dengan latar belakang dorongan pemerintah Orde Baru waktu itu agar
semua organisasi masyarakat menggunakan azas tunggal yaitu Pancasila. Penyebab
peristiwa ini adalah tindakan perampasan brosur yang mengkritik pemerintah pada
saat itu di salah satu mesjid di kawasan Tanjung Priok dan penyerangan oleh
massa terhadap aparat
2.
Pelanggaran
HAM di Daerah Operasi Militer (DOM), Aceh
Peristiwa ini telah menimbulkan bentuk bentuk
pelanggaran HAM terhadap penduduk sipil yang berupa penyiksaan, penganiayaan,
dan pemerkosaan yang berulang-ulang dengan pola yang sama. Kasus-kasus dari
berbagai bentuk tindakan kekerasan yang dialami perempuan yang terjadi dari
ratusan kekerasan seputar diberlakukannya Daerah Operasi Militer selama ini
tidak pernah terungkap.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan informasi ini
tidak diketahui oleh masyarakat luas dan dunia internasional seperti :
·
Korban
pemerkosaan terutama di Aceh, sering dianggap aib dan memalukan. Akibatnya
korban atau keluarga selalu berusaha untuk menutupi kejadian tersebut.
·
Adanya
ancaman dari pelaku untuk tidak "mengungkap" kejadian tersebut kepada
orang lain, karena pelakunya aparat yang sedang bertugas di daerah tersebut,
membuat korban/keluarga selalu berada dalam kondisi diintimidasi.
·
Penderitaan
dan trauma yang dialami oleh korban sangat mendalam, sehingga sangat sulit bagi
korban untuk menceritakan pengalaman buruknya, apalagi kepada orang yang tidak
terlalu dikenalnya.
·
Adanya
ancaman dari pihak-pihak tertentu terhadap orang ataupun LSM yang mendampingi
korban.
3. Sepanjang tahun 80-an
Dalam rangka menanggulangi aksi-aksi kriminal yang
semakin meningkat, telah terjadi pembunuhan terhadap "para penjahat"
secara misterius yang terkenal dengan istilah "petrus" (penembakan
misterius).
4. Tragedi Trisakti
Peristiwa penembakan mahasiswa Universitas
Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998, pada saat demonstrasi menuntut Soeharto
mundur dari jabatannya. Dalam kasus ini menewaskan empat mahasiswa Universitas
Trisakti diantaranya : Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto
(1977-1998), Hafidin Royan (1976-1998), dan Hendrawan Sie (1975-1998). Mereka
tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital
seperti kepala, tenggorokan, dan dada.
5. Tragedi Semanggi I dan II
Tragedi Semanggi menunjuk pada peristiwa protes
masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa MPR yang
mengakibatkan tewasnya warga sipil kejadian yang pertama di kenal dengan nama
Tragedi Semanggi I yang terjadi pada tanggal 13 November 1998. Dalam kasus ini
lima orang korban meninggal, yaitu Bernadus Irmawan, Teddy Mahdani Kusuma,
Sigit Prasetyo, Muzamil Joko Purwanto dan Abdullah. Kemudian kejadian
kedua di kenal dengan nama Tragedi semanggi II yang terjadi pada tanggal 24
September 1999 yang mngakibatkan lima orang korban meninggal yaitu Yap Yun Hap,
Salim Ternate, Fadli, Denny Yulian dan Zainal.
6. Pembunuhan Munir
Sebagai aktivis HAM Indonesia pada tanggal 7
September 2004. Aktivis Ham asal Malang, Jawa Timur , itu tewas di dalam
pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA-974, pemilik nama lengkap Munir Said
Thalib itu menghembuskan nafas terakhir setelah mengkonsumsi makanan yang
dicampur racun Arsenik dalam penerbangan menuju Belanda untuk melanjutkan studi
masternya di bidang hukum. Hingga kini, kasusnya tidak kunjung usai.
2.6. UPAYA PENCEGAHAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
1. Pendekatan keamanan yang terjadi di era Orde Baru dengan mengedepankan
upaya represif tidak boleh terulang kembali. Untuk itu, supremasi hukum dan
demokrasi harus ditegakkan.
2. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka
melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para
pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang
baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang
dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan
hukum dalam rangka menegakkan hukum.
3. Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini perlu dibatasi.
Desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan. Otonomi
daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti,
melainkan harus ditindaklanjuti dan dilakukan pembenahan atas kekurangan yang
selama ini masih terjadi.
4. Reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa menjadi
pelayan masyarakat dengan cara melakukan reformasi struktural, infromental, dan
kultural mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik
untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah.
Kemudian, perlu juga dilakukan penyelesaian terhadap berbagai konflik
horizontal dan konflik vertikal di tanah air yang telah melahirkan berbagai
tindak kekerasan yang melanggar HAM dengan cara menyelesaikan akar permasalahan
secara terencana, adil, dan menyeluruh.
5. Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan yang
sama di semua bidang. Anak-anak sebagai generasi muda penerus bangsa harus
mendapatkan manfaat dari semua jaminan HAM yang tersedia bagi orang dewasa.
Anak-anak harus diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat dan harga
dirinya, yang memudahkan mereka berinteraksi dalam masyarakat. Anak-anak harus
mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana fisik dan
psikologis yang memungkinkan mereka berkembang secara normal dan baik. Untuk
itu perlu dibuat aturan hukum yang memberikan perlindungan hak asasi anak.
6. Perlu adanya social control (pengawasan dari masyarakat) dan pengawasan
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM
yang dilakukan oleh pemerintah. Diperlukan pula sikap proaktif DPR untuk turut
serta dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM sesuai
yang ditetapkan dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998.
7. Dalam bidang penyebarluasan prinsip-prinsip dan nilai-nilai HAM, perlu
diintensifkan pemanfaatan jalur pendidikan dan pelatihan dengan, antara lain,
pemuatan HAM dalam kurikulum pendidikan umum, dalam pelatihan pegawai dan
aparat penegak hukum, dan pada pelatihan kalangan profesi hukum.
Pelanggaran HAM tidak saja dapat dilakukan oleh negara
(pemerintah), tetapi juga oleh suatu kelompok, golongan, ataupun individu
terhadap kelompok, golongan, atau individu lainnya. Selama ini perhatian lebih
banyak difokuskan pada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara, sedangkan pelanggaran
HAM oleh warga sipil mungkin jauh lebih banyak, tetapi kurang mendapatkan
perhatian. Oleh sebab itu perlu ada kebijakan tegas yang mampu menjamin
dihormatinya HAM di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan dengan
langkah-langkahsebagai berikut:
a. Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara
b. Menegakkan hukum secara adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif.
c. Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam
masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat
masing-masing
d. Memperkuat dan melakukan konsolidasi demokrasi.
BAB III
PENUTUP
2.1. KESIMPULAN
HAM adalah
hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap
individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu
kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.Dalam
kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI,
dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam
pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui
hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan
HAM. Tuntutan untuk menegakkan HAM kini sudah sedemikian kuat, baik dari dalam
negeri maupun melalui tekanan dari dunia internasional, namun masih banyak
tantangan yang harus dihadapi. Untuk itu perlu adanya dukungan dari semua
pihak, seperti masyarakat, politisi, akademisi, tokoh masyarakat, dan pers,
agar upaya penegakan HAM bergerak ke arah positif sesuai harapan kita bersama.
Penghormatan
dan penegakan terhadap HAM merupakan suatu keharusan dan tidak perlu ada
tekanan dari pihak mana pun untuk melaksanakannya. Pembangunan bangsa dan
negara pada dasarnya juga ditujukan untuk memenuhi hak-hak asasi warga
negaranya. Diperlukan niat dan kemauan yang serius dari pemerintah, aparat
penegak hukum, dan para elite politik agar penegakan HAM berjalan sesuai dengan
apa yang dicita-citakan dan memastikan bahwa hak asasi warga negaranya dapat
terwujud dan terpenuhi dengan baik. Dan sudah menjadi kewajiban bersama segenap
komponen bangsa untuk mencegah agar pelanggaran HAM di masa lalu tidak terulang
kembali di masa kini dan masa yang akan datang.
2.2. SARAN
Sebagai makhluk
sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di
samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan
sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita
dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.
Jadi dalam
menjaga HAM kita harus mampu menyesuaikan dan mengimbangi antara HAM kita
dengan orang lain. Dan kita juga harus membantu negara dalam mencari upaya
untuk mengatasi atau menanggulangi adanya pelanggaran-pelanggaran HAM yang ada
di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah
SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Hak Asasi Manusia, Makalah ini merupakan
tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang harus kami selesaikan di
kelas VIII.
Makalah ini membahas segala hal yang berkaitan dengan
Sejarah HAM dan HAM yang ada di Indonesia. penulis sangat berharap makalah ini
dapat membantu kita untuk memahami pelajaran PKn.
Dalam penyusunan makalah atau materi ini, tidak
sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran
dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan
orang tua, sehingga kendala-kendala penulis dapat teratasi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para siswa. kami
sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk
itu, kepada guru pembimbing saya meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah
kami di masa yang akan datang dan mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca.
Kerkap, Desember 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................................................................i
KATA
PENGANTAR.........................................................................................................................ii
DAFTAR
ISI....................................................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang............................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Sejarah
HAM.............................................................................................................................3
2.2.Pengertian Hak Asasi Manusia...............................................................................................6
2.3.Hak Asasi di
Indoneia..............................................................................................................7
2.4.Undang-Undang yang Mengatur HAM di
Indonesia..........................................................8
2.5.Bentuk-Bentuk Pelanggaran
HAM.........................................................................................8
2.6.Upaya Pencegahan Pelanggaran HAM di
Indonesia.........................................................10
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan...............................................................................................................................12
3.2. Saran.........................................................................................................................................12
DAFTAR
PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar